YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Sunday, May 26, 2013

Tulisan 3


Cinta dan Perkawinan 

            Cinta adalah sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling mencintai, memiliki, memenuhi dan melengkapi. Ada tiga elemen yang menentukan “pola” hubungan cinta sepasang manusia menurut Sternberg, yaitu :
·      Intimacy, merupakan elemen emosional yang meliputi keterbukaan, kehangatan, dan rasa saling percaya.
·         Passion, merupakan elemen motivasi yang meliputi ketertarikan fisik seksual. 
·  Commitment, merupakan elemen pemikiran yang membuat seseorang memutuskan untuk mencintai dan hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Hubungan cinta dengan absennya commitment hanya akan menjadi sebuah romantic love atau cinta romantis. Cinta seperti ini hanya dilandasi ketertarikan fisik dan kebutuhan emosional satu sama lain. Bila sampai beberapa lama commitment tidak juga muncul, maka hubungan cinta jenis ini biasanya akan segera berakhir. Karena dalam hubungan cinta, commitment juga menjadi salah satu faktor penentu jalannya suatu hubungan tersebut.
            Selanjutnya akan dibahas mengenai perkawinan, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi – yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk dan tujuan perkawinan bisa berbeda-beda. Tetapi pada umumnya perkawinan itu eksklusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan tersebut.

A.     Bagaimana memilih pasanggan ?

            Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk seumur hidup dan selama-lamanya sampai akhir hayat. Seseorang yang akan menikah hendaknya memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang muslim sudah menjatuhkan pilihan kepada pasanggannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya.
            Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya, demikian pula pria yang menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Kriteria memilih calon istri :
·         Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan seorang ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dalam hadist di atas dapat kita lihat bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
·         Hendaklah calon istri itu penyayang, Al Wuduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.
·         Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, diantara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberi sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya.
·         Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan. Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua  orang tuanya. Disamping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.
Kriteria memilih calon suami :
·         Seagama, ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang muslimah dalam memilih  calon suami sebab dengan seagama inilah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
·         Berilmu dan baik akhlaknya, masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami,  maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
·         Laki-laki yang memiliki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaam dan kesalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalani kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban sebagai suami istri, mendidik anak-anak, menegakan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

B.     Seluk beluk hubungan dalam pernikahan

            Inilah puncak dari segalanya, setelah melewati masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikrarkan janji suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun sakit, dalam keadaan kaya ataupun miskin dan hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Tahap ini dimulainya sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki. Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.

C.     Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan  

            Dwan J. Lipthrott, LCSW mengatakan bahwa ada 5 tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Bisa jadi antara pasangan suami-istri yang satu dengan yang lainnya memiliki waktu berbeda saat menghadapi melalui tahapannya.
·         Tahap 1 : Romantic Love, tahap ini adalah saat pasangan merasakan gelora cinta yang begitu besar.
·         Tahap 2 : Dissapointment of Distress, di tahap ini pasangan suami-istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa amarah dan  kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya.
·         Tahap 3 : Knowledge and Awareness , bahwa pasangan suami-istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya.
·         Tahap 4 : Transformation, Suami-istri pada tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya.
·         Tahap 5 : Real Love, pada tahap ini pasangan suami-istri akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangannya.

D.     Perceraian dan pernikahan kembali

            Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami-istri yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraiaan dipahami sebagai hasil akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami-istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
            Hubungan suami-istri juga dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan pola perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan Scanzoni (1981) mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan, yaitu :
·         Owner Property,
·         Head Complement,
·         Senior Junior Partner, dan
·         Equal Partner.
            Kestabilan keluarga tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ketiga dimana posisi istri mulai berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam mengatur kehidupan bersama. Sementar itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola perkawinan equal partner. Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami.
            Di antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat perceraian cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan Owner Property. Oleh karena pola perkawinan tersebut berasumsi bahwa istri adalah milik suami, seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam keluarga itu yang merupakan milik dan tanggung jawab suami. Istri sangat tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola perkawinan seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak mendapatkan kepuasan yang diinginkan ataupun tidak menyukai istrinya lagi.

E.     Single Life

            Siapapun pasti mendambakan memiliki hubungan yang langgeng dan adem ayem dalam hidupnya. Namun terkadang kehidupan tidak melulu berisi dengan hal-hal indah saja, tetapi kadangkala kepahitan pun datang. Kebanyakan orang menilai dengan berakhirnya masa pernikahan bahagia, maka kehidupan berakhir. Menjadi sendiri lagi bukanlah akhir dari segalanya. Termasuk menjadi single parent untuk anak-anak tercinta, justru ini merupakan sebuah awal babak baru kehidupan.
Beberapa tips yang akan membantu dalam menghadapi dan menjalani kehidupan babak single yang baru, yaitu :
·         Me Time

Bisa dipastikan semua wanita yang mengalami perceraian dan menjadi sendiri lagi dalam kehidupannya mengalami depresi, perasaan tidak berdaya, emosi, dan malu. Oleh karenanya sediakan waktu untuk diri sendiri terlebih dahulu. Tujuannya tidak lain adalah untuk menenangkan diri, introspeksi diri sambil melupakan perasaan kecewa akan kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan pasangan hidupnya bila telah berumah tangga cukup lama, hingga meluapkan emosi yang terpendam.
Kesendirian dalam fase ini mutlak diperlukan, sebab dengan memiliki “ me time” ini maka ada kesempatan untuk mempunyai waktu berbincang dengan diri sendiri, tanpa adanya intervensi ataupun hiburan dari kanan dan kiri yang terkadang justru tidak obyektif dan semakin membuat rumit.

·         Rangkul Sahabat Sejati

Setelah selesai melakukan ritual “me time”, artinya sudah siap kembali ke pelukan orang-orang terdekat. Pilihlah sahabat terdekat dan keluarga terdekat yang memang telah dipercayai dengan hati bila ingin bercerita.

·         Hidup Itu Indah

Memiliki status baru setelah mengalami gagalnya pernikahan, bukanlah suatu alasan untuk merasa malu dan minder dengan yang lainnya. Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jadi tidak ada satupun orang yang berhak menghakimi atas kegagalan yang telah dialami. Hadapi dunia dengan lantang dan sapalah orang di sekeliling seperti biasanya.

Refrensi :

ü  Id.wikipedia.org/wiki/perkawinan

No comments:

Post a Comment