YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Sunday, April 28, 2013

Tulisan 3


Coping Stress

       I.            Pengertian dan Jenis-jenis Coping
            Menurut Lazarus dan Folkman: coping merupakan usaha kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk memanajemen tuntutan eksternal dan atau internal yang spesifik, yang dinilai membebani atau melampaui sumber daya individu.

Coping strategy dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Problem focused coping 
            Problem-focused coping mengarah pada penyelesaian masalah, seperti mencari informasi mengenai suatu masalah, mengumpulkan solusi-solusi yang dapat dijadikan alternatif, mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus & Folkman, 1984).  Jadi dalam problem-focused tidak hanya berencana sebanyak mungkin, tapi segera melakukan rencana terbaik.
Di dalam problem focused coping terdapat tipe-tipe coping, yaitu:
  1. Confrontive coping : Upaya agresif individu untuk mengubah situasi, misalnya dengan mengubah pikiran seseorang.
  2. Planful Problem-solving : Usaha coping yang bertujuan untuk mengubah keadaan yang dapat pula disertai pendekatan analitis untuk menyelesaikan masalah.
  3. Seeking social support : termasuk dalam kedua kategori coping, yaitu merupakan upaya mencari dukungan sosial.
 2. Emotion focused coping
            Fungsi coping ini bertujuan mengendalikan respon emosional yang muncul atas suatu situasi yang menimbulkan stress. Pengendalian respon menggunakan pendekatan perilaku dan kognitif. Pendekatan perilaku dilakukan untuk mengalihkan perhatian individu mengenai masalah yang dihadapi seperti mengkonsumsi alcohol, berolah raga, dan nonton televisi.
Di dalam emotion focused coping terdapat tipe-tipe coping sebagai berikut :
  1. Accepting responsibility : Upaya coping dengan cara mengakui peran individu dalam masalah yang dialaminya, misalnya dengan mengkritik diri, diiringi dengan upaya memperbaiki keadaan, misalnya dengan meminta maaf atau menebus kesalahan.
  2. Distancing : Usaha untuk menjauhkan diri dari masalah, misalnya dengan tidak memikirkan masalah yang dihadapi secara serius atau dengan menganggap seolah-olah masalah tersebut tidak ada.
  3. Self control : Upaya mengatur perasaan, misalnya dengan menyembunyikan perasaan atau mengatur tindakan.
  4. Escape-avoidance : Tindakan melarikan diri atau menghindari masalah, misalnya dengan makan, minum-minuman keras, merokok, mengonsumsi obat, atau dengan menghindari orang-orang. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara memikirkan harapan-harapan tertentu, misalnya harapan bahwa situasi yang dilaluinya akan segera berlalu.
  5. Positive reappraisal : Upaya untuk menciptakan makna positif dengan terfokus pada perkembangan individu, misalnya dengan merasa diri semakin dewasa atau berubah menjadi orang yang semakin baik. Strategi ini juga mengandung penekan religious, misanya dengan menemukan keyakinan baru atau dengan berdoa. Salah satu contohnya adalah meditasi, yang bermanfaat untuk melepaskan ketegangan tubuh dan pikiran, serta mendorong munculnya gambaran positif.
  6. Seeking social support : seeking social support termasuk dalam kedua kategori coping, yaitu merupakan upaya mencari dukungan sosial. Dalam kaitannya dengan emotion focused coping, dukungan sosial yang termasuk dalam hal ini adalah dukungan emosional, misalnya dengan menerima simpati dari orang lain, serta meminta saran, baik dari keluarga maupun teman.

Refrensi
Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Tulisan 2


       I.            Pengertian Stress
            Kita semua pasti pernah mengalami stress, tetapi sebenarnya stress itu tidak terlalu buruk. Stress dalam tingkat yang sedang perlu untuk menghasilkan kewaspadaan dan minat pada tugas yang ada dan membantu orang melakukan penyesuaian. Hidup yang serba tenang itu menjemukan. Dalam ketenangan yang menjemukan itu orang misalnya menonton film yang Ia sukai untuk mengatasi kondisi yang menjemukan ini. Sistem syaraf juga memerlukan rangsangan agar bisa tetap terlatih dan selanjutnya bisa berfungsi dengan baik.
            Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. J.P. Chaplin dalam kamus lengkap Psikologi mendefinisikan stress sebagai suatu keaadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang diakibatkan karena stress, disebut strain.

            Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

            Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.

Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:
·         Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. 

·         Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.

            Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.

            Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.

Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
·         Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
·         Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
·         Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
            Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positif, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.

    II.            Arti Penting Stress
Efek-efek stress menurut Hans Selye :
Ø  Local Adaptation Stres
Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Ø  Karakteristik dari LAS :
·Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
·Respon bersifat adaptif; diperlukan stresor untuk menstimulasinya.
·Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
·Respon bersifat restorative.
Ø  General Adaptation Syndrom
Selye (1983) menyatakan munculnya sindrom adaptasi umum (GAS) melalui beberapa tahap berikut :
·         Tahap peringatan (Alarm Stage)
·         Tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh tidak dapat bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.
·         Tahap Adaptasi atau Eustres (Adaptation Stage). Tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya stres dan berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan tubuh beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.
·         Tahap Kelelahan atau distres (Exhaution Stage). Tahap dimana adaptasi tidak dapat dipertahankan karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh tubuh.
Efek lain seperti efek fisiologis dari stres pada tubuh meliputi:
·         Nyeri dada
·         Insomnia atau tidur masalah
·         Nyeri kepala Konstan
·         Hipertensi
·         Tukak

 III.            Tipe-tipe Stress  
            Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres  bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan kecemasan.

·         Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 AKPER program khusus puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).

·         Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :

a. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif  yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.

b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.

c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok.

·         Tekanan adalah suatu keadaan yang menekan atau suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang dialami individu dalam suatu kondisi.

·         Kecemasan merupakan respon yang paling umum terhadap suatu stressor. Kecemasan adalah emosi tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan seperti; kuatir, prihatin, tegang, dan takut yang dialami oleh semua manusia tetapi dengan kadar dan tingkatan yang berbeda-beda.

 IV.            Sympton Reducing Respon Stress
·         Respon terhadap stress menyangkut defense mechanism

            Strategi terfokus emosi sudah memiliki sejarah panjang dalam literatur psikoanalisis Sigmund Freud. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan untuk menyebutkan strategi yang tidak disadari, yang digunakan untuk mengatasi emosi negatif. Stretegi tersebut tidak mengubah situasi stress, melainkan hanya bertujuan untuk mengubah cara menghayati atau memikirkan situasi. Jenis-jenis defense mechanism, yaitu:
ü  Represi, merupakan mekanisme pertahanan yang paling dasar dan paling penting. Dalam represi, impuls dan memori yang menimbulkan rasa malu, rasa bersalah atau sikap mencela diri sendiri, ditekan atau direpresi masuk ke alam bawah sadar.
ü  Rasionalisasi, yaitu bertindak dengan menggunakan motif yang dapat diterima secara logis atau sosial, sedemikian rupa sehingga tampaknya bertindak secara rasional.
ü  Pembentukan Reaksi, yaitu terjadi ketika orang melakukan perbuatan yang sebaliknya dari motif sesungguhnya.
ü  Proyeksi, adalah perilaku seseorang yang menutupi kualitas perilakunya yang tidak layak atau kurang baik, kemudian memproyeksikan kualitas tersebut pada orang lain.

·         Strategi coping yang spontan mengatasi stress

            Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor.


Refrensi
ü  Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.




Saturday, April 27, 2013

Tulisan 1


Teori Kepribadian Sehat  

       I.            Gordon Allport (Ciri-ciri kepribadian yang matang)
            Allport lebih optimistik tentang kodrat manusia daripada Freud, dan Ia memperlihatkan suatu keharuan yang luar biasa terhadap manusia. Menurut Allport individu yang sehat adalah individu yang terbebas dari masa lalu dan fokus kepada masa depan. Gambaran kodrat manusia menurut Allport adalah positif, penuh harapan, dan menyanjung-nyanjungkan.
            Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar atau kekuatan yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Orang-orang yang sehat tidak didorong oleh konflik-konflik tak sadar dan tingkah laku mereka tidak ditentukan oleh setan-setan yang ada jauh dalam mereka. Allport percaya bahwa kekuatan-kekuatan tak sadar itu merupakan pengaruh yang penting pada tingkah laku orang-orang dewasa yang neurotis. Akan tetapi individu sehat yang berfungsi pada tingkat rasional dan sadar, menyadari sepenuhnya kekuatan yang membimbimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan itu juga.
            Dalam konsep Allport ada yang disebut dengan Proprium, proprium adalah sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang, yang tidak dimiliki orang lain. Itu berarti bahwa Proprium terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Kriteria kepribadian yang matang menurut Allport adalah :
1. Perluasan perasaan diri : individu matang mengembangkan perhatian ke luar diri sendiri. 
2. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain : mampu memperlihatkan keintiman (cinta)   kepada orang-orang terdekat. 
3. Keamanan emosional : mampu menerima dirinya dengan segala kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi yang dirasakan. 
4. Persepsi realistis : memandang dunia secara objektif, sedangkan individu neurotis mengubah realitas sesuai keinginannya. 
5. Keterampilan dan tugas-tugas : mengerahkan keterampilannya pada pekerjaan mereka 
6. Pemahaman diri : menggambarkan dirinya secara objektif dan terbuka terhadap pendapat orang lain 
7. Filsafat hidup yang mempersatukan : memiliki arah ke depan 


    II.            Carl Rogers (Perkembangan kepribadian)
            Teori Rogers sangat bersifat klinis, karena didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun tentang bagaimana seharusnya seorang terapis menghadapi seorang kliennya. Dalam dunia psikologi teori ini disebut dengan teori-teori yang berpusat pada klien dalam istilah Carl Rogers disebut sebagai “client centered theraphy” atau “person-centered psychotherapy”.

            Maksud dari berpusat pada klien adalah karena teori ini, terapis harus mampu masuk pada hubungan yang sangat pribadi dan subjektif dengan klien, yang hubungannya tersebut bukan seperti ilmuan dengan objek penelitian namun lebih pada antara pribadi dengan pribadi. Terapis memandang bahwa klien; memiliki pribadi, memiliki harga diri tanpa sarat,  memiliki nilai-nilai tak perduli bagaimana keadaannya, tingkah lakunya atau perasaannya.

1.      Struktur Kepribadian (Self)        
            Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural kepribadian. Namun demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat  pribadi, diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya yaitu Self, organisme dan medan fenomena.

            Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh yang terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.  Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.

            Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen atau sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen,  kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan self  me sesuai dengan  realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini.  Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.


Pengertian organisme mencakup tiga hal, yaitu:
·         Makhluk hidup; Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat
·         Realitas subyektif; organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya subjektif.
·         Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.

 2.      Dinamika kepribadian
            Menurut Rogers organisme memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin.  Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.

            Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar, yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri.  Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human-beingness” yang setinggi-tingginya.  Kita ditakdirkan untuk berkembang dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita.  Proses penilaian (valuing process)  bawah sadar memandu kita menuju perilaku yang membantu kita mencapai potensi yang kita miliki.  Rogers percaya, bahwa manusia pada dasarnya baik hati dan kreatif. Mereka menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau hambatan-hambatan eksternal mengalahkan proses penilaian.

            Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan.

            Untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri. Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang progresif.

 3.      Perkembangan Kepribadian
            Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap”  pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.

Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya, dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.

            Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga, menyerah dari ketertarikannya, dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, dan tidak nyaman,

            Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.

            Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika (2010:145) disebutkan sebagai berikut :
·         Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
·         Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
·         Mampu menggunakan semua pengalaman
·         Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).

 III.            Abraham Maslow (Hierarki kebutuhan manusia)

            Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya. Salah satu hal menarik di awal karirnya adalah ketika melihat beberapa kebutuhan lebih didahulukan dibanding yang lainnya. Sebagai contohnya, ketika haus dan lapar, maka Anda akan terlebih dahulu mengatasi haus dibandingkan lapar. Karena tanpa makanan kita dapat bertahan selama beberapa minggu, tetapi tanpa minuman hanya beberapa hari saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan akan minuman lebih kuat dibandingkan dengan makanan. Maslow mengambil ide ini dan menciptakan apa yang saat ini dikenal dengan Hierarchy of Needs.
            Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasikan gagasannya mengenai teori hierarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi.
Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan, antara lain sebagai berikut:

1.      The Physiological Needs
           Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup. Diantaranya adalah kebutuhan udara, air, makanan, tidur, dll. Maslow percaya bahwa kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah di dalam hierarki kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi sekunder sampai kebutuhan ini terpenuhi. Kebutuhan ini dinamakan juga basic needs yang jika tidak terpenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrim maka manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.

2.      The Safety and Security Needs
         Ketika kebutuhan fisiologis telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan akan keamanan. Diantaranya; physical security (aman dari kejahatan dan agresi), security of employment (keselamatan kerja), security of revenues and resources (keamanan sumber daya), moral and physiological security (keamanan fisiologis), familial security (keamanan keluarga), security of health (keamanan kesehatan), dan security of personal property against crime (keamanan kekayaan pribadi dari kejahatan). Karena adanya kebutuhan inilah maka dibuat aturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem asuransi, pensiun, dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan banyak tidak terpenuhi maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah negatif.

3.      The Love and Belonging Needs
            Manusia biasanya membutuhkan rasa dimiliki dan diterima, apakah datang dari kelompok sosial yang luas (kelompok, kantor, perkumpulan keagamaan, organisasi profesional, tim olahraga, geng, dll.) atau koneksi sosial yang kecil (anggota keluarga, pasangan, mentor, teman kuliah, sahabat karib). Mereka membutuhkan untuk mencintai dan dicintai oleh yang lainnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka orang akan menjadi rentan merasa sendirian, gelisah, dan depresi. Kekurangan rasa cinta dan dimiliki juga berhubungan dengan penyakit fisik seperti penyakit hati.

4.      The Esteem Needs
     Menurut Maslow, semua manusia membutuhkan penghargaan, menghargai diri sendiri, dan juga menghargai orang lain. Orang perlu melibatkan diri untuk mendapatkan pengakuan dan mempunyai kegiatan atau kontribusi kepada orang lain dan juga nilai diri, baik di dalam pekerjaan ataupun hobi. Terdapat dua tingkatan kebutuhan penghargaan/penghormatan. Tingkatan yang lebih rendah terkait dengan unsur-unsur ketenaran, rasa hormat dan kemuliaan. Tingkatan yang lebih tinggi mengikat pada konsep kepercayaan diri, kompetensi, dan prestasi. Tingkatan yang lebih rendah umumnya dianggap miskin. Hal ini tergantung orang lain atau seseorang membutuhkan diyakinkan karena harga diri yang lebih rendah. Orang dengan harga diri yang rendah membutuhkan penghargaan dari orang lain. Namun, keyakinan, kompetensi, dan prestasi hanya membutuhkan satu orang dan orang lain tidaklah penting untuk kesuksesan sendiri. Semua empat tingkatan sebelumnya disebut deficit needs, atau D-needs. Yaitu, jika Anda tidak memiliki cukup sesuatu (defisit) maka akan merasa perlu. Tetapi jika Anda mendapatkan semua yang dibutuhkan maka tidak akan merasakan apa-apa. Seperti halnya, “You don’t miss your water till your well runs dry!”

5.      Self Actualization Needs
            Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah manusia untuk memanfaatkan kemampuan mereka yang unik dan berusaha menjadi yang terbaik. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai berikut:
Self Actualization is the intrinsic growth of what is already in the organism, or more accurately, of what the organism is. (Psychological Review, 1949)
Selain menggambarkan apa yang dimaksud dengan aktualisasi diri dalam teorinya, Maslow juga mengidentifikasi beberapa karakteristik kunci dari aktualisasi diri seseorang, antara lain:
·         Acceptance and Realism : Mempunyai persepsi realistis dari diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungan di sekitar mereka.
·         Problem-centering : Prihatin dengan pemecahan masalah di luar diri mereka, termasuk membantu orang lain dan mencari solusi terhadap permasalahan di lingkungan luar mereka. Orang-orang seperti ini sering termotivasi oleh tangggung jawab pribadi dan etika.
·         Spontaneity : Spontan dalam pikiran internal dan perilaku mereka keluar. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan aturan dan harapan sosial, cenderung terbuka dan tidak konvensional.
·         Autonomy and Solitude : Karakteristik lain dari aktualisasi diri seseorang adalah kebutuhan akan kebebasan dan privasi.
·         Continued Freshness of Appreciation : Melihat dunia dengan penghargaan, kekaguman yang berlangsung terus menerus. Bahkan, pengalaman sederhana terus menjadi sumber inspirasi dan kesenangan.
·         Peak Experiences : Individu yang mencapai aktualisasi diri sering memiliki apa yang dimaksud pengalaman puncak Maslow, atau saat suka cita. Setelah semua pengalaman ini orang merasa terinspirasi, diperkuat, diperbaharui atau ditransformasikan.
            Untuk tingkatan yang terakhir (kelima) ini sedikit berbeda. Maslow telah menggunakan berbagai istilah untuk merujuk ke tingkat ini. Dia menyebutnya growth motivation (berbeda dengan motivasi defisit), being needs (atau B-needs, berbeda dengan D-needs), dan self-actualization itu sendiri.



 IV.            Erich Fromm (Ciri-ciri kepribadian sehat)

            Fromm sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and Philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis. Fromm memandang Marx sebagai pemikir yang lebih ulung daripada Freud dan menggunakan psikoanalisa, terutama untuk mengisi celah-celah pemikiran Marx. Pada tahun 1959, Fromm menulis analisis yang sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya, sebaliknya berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikan kepada Marx pada tahun 1961. Meskipun Fromm dapat disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik. Tulisan-tulisan Fromm dipengaruhi oleh pengetahuannya yang luas tentang sejarah, sosiologi, kesusastraan, dan filsafat.

            Tema dasar dari semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa kesepian (being lonely). Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.

            Dalam buku-buku Fromm berikutnya (1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap masyarakat yang telah diciptakan manusia, entah itu berupa feodalisme, kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan komunisme, semuanya menunjukkan usaha manusia untuk memecahkan kontradiksi dasar manusia. Kontradiksi yang dimaksud adalah seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang sekaligus manusia. Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi, dan kebebasan, nilai-nilai serta norma-norma. Kemudian teori Erich Fromm mengenai watak masyarakat mengakui asumsi transmisi kebudayaan dalam hal membentuk kepribadian tipikal atau kepribadian kolektif. Namun Fromm juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik dari tipe kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan hubungan tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu menerjemahkannya ke dalam unsur-unsur watak (traits) dari individu anggotanya agar mereka bersedia melaksanakan apa yang harus dilakukan.

Fromm membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1. Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.

2. Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.

3. Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terjadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
            Fromm juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan keprihatinan besar Fromm.
            Kemudian Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan memuja berhala. Bahkan Fromm mengusulkan suatu nama untuk masyarakat yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi mansiawi sepenuhnya.

KONDISI EKSISTENSI MANUSIA
Dilema Eksistensi

            Mengikuti filsafat dualism, semua gerak di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai tesa baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada empat dualistik di dalam diri manusia:
a. Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
            Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan, seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
b. Hidup dan mati
            Kesadaran diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan kematian.

c. Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan
            Manusia mampu mengkonsepkan realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Ada orang berusaha memecahkan dikotomi ini melalui mengisi rentang sejarah hidupnya dengan prestasi di bidang kemanusiaan, dan ada pula yang meyakini dalil kelanjutan perkembangannya sesudah mati.
d. Kesendirian dan kebersamaan
            Manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi manusia.
            Kondisi yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut dilema eksistensi. Di satu sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai lingkungan dengan hakekat kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu memperbudak manusia dengan memisahkan hakekat kebinatangan dari akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan bergerak tanpa henti seolah-olah manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa sadar mengingkari kematian yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana. Mereka menciptakan cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar kesempurnaan sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang untuk memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang membuatnya merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang untuk merdeka mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa lain. Dengan kata lain, kemandirian dan kebebasan yang diinginkan malahan menjadi beban. Ada dua cara menghindari dilema eksistensi yaitu:
1. Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara) untuk mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2. Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama, menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.

KEBUTUHAN MANUSIA

            Umumnya kata “kebutuhan” diartikan sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek kebinatangan dari manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari rasa sakit. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri dari kebutuhan Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity. Kedua, kebutuhan memahami dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik manusia, yang terdiri dari kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion, Excitation-stimulation, dan Effectiveness.


Kebutuhan Kebebasan dan Keterikatan
1. Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari sesuatu. Keinginan irasional untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni hubungan dengan ibu, kemudian diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan orang lain. Hubungan paling memuaskan bisa positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian, tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain,bisa negatif yakni hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan.
2. Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua alasan yaitu:
·         Dia direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi (ketika manusia dilahirkan, dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya)
·         Fikiran dan kebebasan yang dikembangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
            Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat diri dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana dia harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas, berada di tengah-tengah dunia yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi, dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikatan baru dengan dunia baru.

3. Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu menyadari dirinya sendiri dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa kuat dan menakutkan alam semesta itu, yang membuatnya merasa tak berdaya. Orang ingin mengatasi perasaan takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan ketakmenentuan semesta. Orang membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk mengatasi sifat pasif dikuasai alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi pencipta. Seperti menjadi keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan sesuatu) atau negatif (menghancurkan sesuatu).

4. Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian, dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan isolasi?” dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas, memperoleh kepuasan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha untuk menjadi manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan orang lain.

5. Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi “aku”, kebutuhan untuk sadar dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa bahwa hidupnya nyata miliknya sendiri. Misalnya orang primitif mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat dirinya sendiri sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.

MEKANISME MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN

            Masyarakat kapitalis kontemporer menempatkan orang sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara kecenderungan mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental. Menurut Fromm, ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm, normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:

1. Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain, tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini adalah pendekatan optimistik dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan orang lain melalui kerja dan cinta, melalui ekspresi perasaan dan kemampuan intelektual yang tulus dan terbuka. Oleh Fromm disebut pendekatan humanistik, yang membuat orang tidak merasa kesepian dan tertekan, karena semua menjadi saudara dari yang lain.

2. Memperoleh rasa aman dengan meninggalkan kebebasan dan menyerahkan bulat-bulat individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu (bisa orang atau lembaga) yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini dapat menghilangkan kecemasan karena kesendirian dan ketidakberdayaan, namun menjadi negatif karena tidak mengizinkan orang mengekspresikan diri, dan mengembangkan diri. Cara memperoleh rasa aman dengan berlindung di bawah kekuatan lain disebut Fromm mekanisme pelarian. Mekanisme pelarian sepanjang dipakai sekali waktu, adalah dorongan yang normal pada semua orang, baik individual maupun kolektif. Ada tiga mekanisme pelarian yang terpenting, yakni otoritarianisme, destruktif, dan konfomitas.


Refrensi  
ü  Allport, G. Becoming: Basic Considerations for a Psychology of Personality. New Haven: Yale University Press, 1955. 
ü  Rogers, C.R.  Client-Centered Therapy: Its Current Practice, Implications, and Theory. Boston: Houghton Mifflin, 1951.
ü  Schultz, Duane. Growth Psychology: Models Of  The Healthy Personality. 450 West 33rd  Street, New York, N.Y. 10001, 1977.