YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Tuesday, March 19, 2013

Tulisan III


v Penyesuaian Diri
                Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamik yang hampir selalu membutuhkan perubahan dan adaptasi, dengan demikian semakin tetap dan tidak merubah respons-respons itu, maka semakin sulit juga menangani tuntutan-tuntutan yang berubah. Kenyataan ini menjelaskan pengaruh-pengaruh yang menghancurkan kepribadian seseorang. Orang yang mengalami depresi karena sering kali merasa sulit menyesuaikan diri dengan pola tingkah laku yang di perlukan.
                Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
                Dari segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebutkan hal-hal seperti kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson, 1951).
                Penyesuaian diri adalah cara individual atau khusus organisme dalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan dari dalam atau situasi-situasi dari luar. Untuk beberapa orang mungkin reaksi ini bisa efisien, sehat atau memuaskan. Sementara untuk orang lain reaksi ini melumpuhkan, tidak efektif, atau bahkan patologik.
             Jadi, kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri itu adalah suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Dalam arti ini, kebanyakan respons cocok dengan konsep penyesuaian diri.

v Pertumbuhan Personal
                Penyesuaian diri yang dilakukan oleh seseorang akan berdampak juga pada pertumbuhan personalnya. Jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan sekitarnya apalagi di lingkungan baru, maka pertumbuhan personalnya juga akan mengalami peningkatan. Sekarang, apa itu pertumbuhan personal ? Pertumbuhan adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan yang terjadi sebelumnya.
Carl Rogera (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan, yaitu :
·         Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
·         Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
·         Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan personal adalah:
·         Faktor biologis , yaitu karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
·         Faktor geografis, yaitu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
·         Faktor budaya, yaitu tidak dapat di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.
                Selain itu, ada satu hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.


Refrensi :
ü  Suryani, Lilis.,Syahniar, dan Zikra.2013. Penyesuaian Diri Pada Masa Pubertas. Jurnal Ilmiah Konseling, 2:1. 

Tulisan II


v Teori Kepribadiaan Sehat  
                Psikologi sebagai suatu ilmu akan selalu berkembang seiring dengan berkembangnya mazhab-mazhab dan teori-teori baru yang bermunculan. Teori-teori yang muncul biasanya merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Memang, patut diakui bahwa teori dalam psikologi tidak ada yang sempurna, sehingga membuka kesempatan bagi para ilmuwan untuk memberikan kritik dan masukan ataupun penyempurnaan dari teori yang sudah ada. Teori-teori tersebut meyakini bahwa faktor psikologis berpengaruh besar pada kondisi mental seseorang, dimana dalam pendekatan psikologis memiliki 3 pandangan yang besar yang membahas mengenai hal tersebut, yaitu: Psikoanalisa, Behavioristik,  dan Humanistik (Holistik).
·         PSIKOANALISA
                Pendekatan  Psikoanalisa adalah pendekatan yang meyakini bahwa interaksi individu pada awal kehidupan serta konflik intrapsikis yang terjadi akan mempengaruhi perkembangan kesehatan mental seseorang. Faktor Epigenetik mempelajari kematangan psikologis seseorang yang berkembang seiring pertumbuhan fisik dalam tahap-tahap perkembangan individu juga merupakan faktor penentu kesehatan mental individu tersebut.
                Salah satu tokoh psikoanalisa adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Psikoanalisa bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
                Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
                Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
·         ID, adalah energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
·         Superego, adalah kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
·         Ego, adalah pengawas realitas.

v  BEHAVIORISTIK
                Pendekatan yang meyakini Proses pembelajaran dan Proses belajar sosial akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Kesalahan individu dalam proses pembelajaran dan belajar sosial akan mengakibatkan gangguan mental.
                Aliran ini sering dikatakan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak perduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
                Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut mengeluarkan air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut mengeluarkan air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
                Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).

v  HUMANISTIK
                Perilaku individu dipengaruhi oleh hirarkhi kebutuhan yang dimiliki. Selain itu, individu diyakini memiliki kemampuan memahami potensi dirinya dan berkembang untuk mencapai aktualisasi diri. Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behavioristik dan psikoanalisa. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behavioristik.
                Salah satu tokoh dari aliran ini  adalah Abraham Maslow, Ia mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian dari humanistik adalah logoterapi. Viktor Frankl mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip:
·         Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
·         Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
·         Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
                Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, dimana Ia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya. Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
·         Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
·         Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi Ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya Ia kehilangan waktu untuk berkumpul bersama anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.

·         Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
·         Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
·         Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.



v Refrensi  
ü  Staff UNDIP.”Pokok Bahasan I Gerakan Kesehatan Mental”. Makalah Bab 1. 
staff.undip.ac.id/psikologi/...sari.../06-BAB-1.pdf 


Tulisan I


v Konsep Sehat 
                Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi), perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten, sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural. (Menurut Pender, 1982). Sehat juga merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
                Gerakan Kesehatan Mental di masa lalu, mencoba memahami gangguan mental dan melakukan intervensi dalam berbagai bidang ilmu untuk mengatasinya. Seringkali tampil kurang manusiawi karena lebih mengedepankan pada aspek penyembuhan dan isolasi dari lingkungan yang dirasa lebih sehat. Saat ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam Gerakan Kesehatan Mental yang lebih mengedepankan pada aspek pencegahan gangguan mental serta bagaimana peran komunitas dalam membantu optimalisasi fungsi mental individu. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, oleh karena itu tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat.
                Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1.       Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3.    Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4.    Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
                Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.  
               
v Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
                Pada zaman prasejarah manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental maupun fisik, tetapi manusia purba benar-benar berusaha untuk mengatasi penyakit mental tersebut. Penyakit baik mental maupun fisik ditangani dengan menggunakan perawatan-perawatan, seperti menggosok, menjilat, menghisap,memotong dan membalut.
Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
·         TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
                Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
·         TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
                Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
·         TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
                Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan.
Tokohtokoh lain yang mendukung adalah :
Ø  William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien RSJ/ asylum
Ø  Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
Ø Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
Ø  Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
Ø  Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
·         TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
                Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
·         TAHAP MULTIFAKTORIAL
                Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
Ø  pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
Ø  penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
Ø  mengadakan riset terkait
Ø  mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).  

v Pendekatan Kesehatan Mental

Ø Pendekatan Orientasi Klasik
                Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa (psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat, dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
·         Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
·         Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
·         Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.

Ø  Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri
                Penyesuaian diri (Menninger,1947) adalah perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Normal dalam Orientasi ini :
·         Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
·         Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
                Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain.
                Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan.
Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

Ø  Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa . Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini adalah : Gordon Allport , Abraham Maslow , Carl Rogers, dan Fromm.
Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
·         Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
·         Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.


v Daftar Pustaka

ü  Rahmi, Anita.2008.”Stigma Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental Islam”. Skripsi Sarjana pada Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
ü  Soejoeti, Sunan Z.”Konsep Sehat-Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya”. Jurnal Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Web Terkait :
ü  Staff UNDIP.”Pokok Bahasan I Gerakan Kesehatan Mental”. Makalah Bab 1. 
staff.undip.ac.id/psikologi/...sari.../06-BAB-1.pdf