v Konsep Sehat
Sehat
adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan
orang lain (aktualisasi), perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri
yang kompeten, sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas
dan integritas struktural. (Menurut Pender, 1982). Sehat juga merupakan sebuah
keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
Gerakan
Kesehatan Mental di masa lalu, mencoba memahami gangguan mental dan melakukan
intervensi dalam berbagai bidang ilmu untuk mengatasinya. Seringkali tampil
kurang manusiawi karena lebih mengedepankan pada aspek penyembuhan dan isolasi
dari lingkungan yang dirasa lebih sehat. Saat ini, telah terjadi pergeseran
paradigma dalam Gerakan Kesehatan Mental yang lebih mengedepankan pada aspek
pencegahan gangguan mental serta bagaimana peran komunitas dalam membantu optimalisasi
fungsi mental individu. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, oleh karena itu tanggung
jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh
masyarakat.
Masalah
kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial
budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment
atau lingkungan.
2. Behaviour
atau perilaku, antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological
balance.
3. Heredity
atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health
care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari
empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.
v Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Pada
zaman prasejarah manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental
maupun fisik, tetapi manusia purba benar-benar berusaha untuk mengatasi
penyakit mental tersebut. Penyakit baik mental maupun fisik ditangani dengan
menggunakan perawatan-perawatan, seperti menggosok, menjilat, menghisap,memotong
dan membalut.
Gerakan
Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat
mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat
barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
·
TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
Kesehatan
mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk
halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang
menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah
dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan
tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh
penderita.
·
TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
Mulai
4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus,
Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep
biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan
gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat
pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
·
TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
Mulai
muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya:
Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam
penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi
perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan
dan upaya penyembuhan.
Tokohtokoh lain yang mendukung
adalah :
Ø William
Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien RSJ/ asylum
Ø Benjamin
Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
Ø Emil
Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
Ø Dorothea
Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada
masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
Ø Clifford
Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan
mental di Amerika.
·
TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
Merupakan
Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa)
yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan
psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan
hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi
masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan
mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis
(psikoterapi).
·
TAHAP MULTIFAKTORIAL
Mulai
berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari
segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga,
masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini
mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3
Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That
Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini,
penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap
pencegahannya, yaitu:
Ø pengembangan
perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
Ø penyebaran
informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita
gangguan mental
Ø mengadakan
riset terkait
Ø mengembangkan
praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait berkembang,
antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842)
dan American Social Hygiene Association (AS-1900).
v Pendekatan Kesehatan Mental
Ø Pendekatan
Orientasi Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Kesehatan Mental : terhindarnya
individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa (psikosis),
berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat, dan bisa
mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini
adalah :
·
Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu
normal
·
Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat
individu berkembang dan memperbaiki diri.
·
Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada
atau tidaknya keluhan.
Ø Pendekatan
Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (Menninger,1947) adalah perubahan dalam diri yang diperlukan untuk
mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Normal dalam Orientasi ini :
·
Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
·
Normal secara normatif : individu bertingkah
laku sesuai budaya setempat.
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang
absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain
yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku
yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan
agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya
tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat
dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat
mental pada waktu lain.
Dengan
contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal
yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita
tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’
pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas
terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat
yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia
adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara
keseluruhan.
Penentuan derajat kesehatan
mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
Ø Pendekatan
Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental adalah pengetahuan
dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala
potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagian
diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa . Tokoh-tokoh
dalam pendekatan ini adalah : Gordon Allport , Abraham Maslow , Carl Rogers,
dan Fromm.
Kriteria mental sehat dalam
orientasi ini :
·
Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih
apa yang baik dan menolak yang buruk)
·
Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam
mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai
taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat
kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia
bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan
Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan
perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih
penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti
bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi
sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan
antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang
dan wajar.
v Daftar Pustaka
ü
Rahmi, Anita.2008.”Stigma Gangguan Jiwa
Perspektif Kesehatan Mental Islam”. Skripsi Sarjana pada Fakultas Dakwah UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
ü
Soejoeti, Sunan Z.”Konsep Sehat-Sakit dan
Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya”. Jurnal Pusat Penelitian Ekologi
Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Web Terkait :
ü
Staff UNDIP.”Pokok Bahasan I Gerakan Kesehatan
Mental”. Makalah Bab 1.
staff.undip.ac.id/psikologi/...sari.../06-BAB-1.pdf
No comments:
Post a Comment