YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Tuesday, March 19, 2013

Tulisan I


v Konsep Sehat 
                Sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi), perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten, sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural. (Menurut Pender, 1982). Sehat juga merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
                Gerakan Kesehatan Mental di masa lalu, mencoba memahami gangguan mental dan melakukan intervensi dalam berbagai bidang ilmu untuk mengatasinya. Seringkali tampil kurang manusiawi karena lebih mengedepankan pada aspek penyembuhan dan isolasi dari lingkungan yang dirasa lebih sehat. Saat ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam Gerakan Kesehatan Mental yang lebih mengedepankan pada aspek pencegahan gangguan mental serta bagaimana peran komunitas dalam membantu optimalisasi fungsi mental individu. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, oleh karena itu tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat.
                Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1.       Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3.    Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4.    Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
                Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.  
               
v Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
                Pada zaman prasejarah manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental maupun fisik, tetapi manusia purba benar-benar berusaha untuk mengatasi penyakit mental tersebut. Penyakit baik mental maupun fisik ditangani dengan menggunakan perawatan-perawatan, seperti menggosok, menjilat, menghisap,memotong dan membalut.
Gerakan Kesehatan Mental berkembang seiring dengan adanya revolusi pemahaman masyarakat mengenai mental yang sehat dan cara-cara penanganannya, terutama di masyarakat barat. Adapun tahap-tahapan perkembangan gerakan kesehatan mental, yaitu:
·         TAHAP DEMONOLOGI (sebelum abad pertengahan)
                Kesehatan mental dikaitkan dengan kekuatan gaib, kekuatan spiritual, setan dan makhluk halus, ilmu sihir, dan sejenisnya. Gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya, tidak ilmiah dan kurang manusiawi, seperti: upacara ritual, penyiksaan atau perlakuan tertentu terhadap penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita.
·         TAHAP PENGENALAN MEDIS (4 abad SM – abad ke-6 M)
                Mulai 4 abad SM muncul tokoh-tokoh bidang medis (Yunani): Hipocrates, Hirophilus, Galenus, Vesalius, Paracelsus, dan Cornelius Agrippa, mulai menggunakan konsep biologis yang penanganannya lebih manusiawi. Gangguan mental disebabkan gangguan biologis atau kondisi biologis seseorang, bukan akibat roh jahat. Mendapat pertentangan keras dari aliran yang meyakini adanya roh jahat.
·         TAHAP SAKIT MENTAL DAN REVOLUSI KESEHATAN MENTAL
                Mulai muncul pada abad ke-17: Renaissance (revolusi Prancis), dengan tokohnya: Phillipe Pinel. Mengutamakan: persamaan, kebebasan, dan persaudaraan dalam penanganan pasien gangguan mental di rumah sakit secara manusiawi. Terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai penyebab gangguan mental dan cara penanganan dan upaya penyembuhan.
Tokohtokoh lain yang mendukung adalah :
Ø  William Tuke (abad 18), di Inggris: perlakuan moral pasien RSJ/ asylum
Ø  Benjamin Rush (1745-1813), di Amerika Serikat: merupakan bapak kedokteran jiwa Amerika
Ø Emil Kraepelin (1855-1926), di Jerman: menyusun klasifikasi gangguan mental pertama
Ø  Dorothea Dix (1802-1887), di Amerika: mengajar dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat miskin dan komunitas perempuan di penjara
Ø  Clifford Beers (1876-1943), di Amerika: pengusaha yang mendirikan gerakan kesehatan mental di Amerika.
·         TAHAP PENGENALAN FAKTOR PSIKOLOGIS (Abad ke-20)
                Merupakan Revolusi Kesehatan Mental ke-2: munculnya pendekatan psikologis (Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis dan psikologis. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang melakukan: penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis penderita gangguan mental. Intervensi tersebut dikenal dengan istilah penanganan klinis (psikoterapi).
·         TAHAP MULTIFAKTORIAL
                Mulai berkembang setelah Perang Dunia II. Kesehatan mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat. Merupakan Revolusi ke-3 Gerakan Kesehatan Mental dengan tokohnya: Whittingham Beers (buku ”A Mind That Found Itself”), William James, dan Adolf Meyer. Menurut pandangan ini, penanganan penderita gangguan mental, lebih baik dilakukan sejak tahap pencegahannya, yaitu:
Ø  pengembangan perbaikan dalam perawatan dan terapi terhadap penderita gangguan mental
Ø  penyebaran informasi yang mengarah pada sikap inteligen dan humanis pada penderita gangguan mental
Ø  mengadakan riset terkait
Ø  mengembangkan praktik pencegahan gangguan mental. Adapun organisasi terkait berkembang, antara lain: Society for Improvement The Condition of The Insane (London-1842) dan American Social Hygiene Association (AS-1900).  

v Pendekatan Kesehatan Mental

Ø Pendekatan Orientasi Klasik
                Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa (psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat, dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
·         Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
·         Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
·         Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.

Ø  Pendekatan Orientasi Penyesuaian Diri
                Penyesuaian diri (Menninger,1947) adalah perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Normal dalam Orientasi ini :
·         Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
·         Normal secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
                Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain.
                Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan.
Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

Ø  Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan penyakit jiwa . Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini adalah : Gordon Allport , Abraham Maslow , Carl Rogers, dan Fromm.
Kriteria mental sehat dalam orientasi ini :
·         Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
·         Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.


v Daftar Pustaka

ü  Rahmi, Anita.2008.”Stigma Gangguan Jiwa Perspektif Kesehatan Mental Islam”. Skripsi Sarjana pada Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
ü  Soejoeti, Sunan Z.”Konsep Sehat-Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya”. Jurnal Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Web Terkait :
ü  Staff UNDIP.”Pokok Bahasan I Gerakan Kesehatan Mental”. Makalah Bab 1. 
staff.undip.ac.id/psikologi/...sari.../06-BAB-1.pdf

No comments:

Post a Comment