YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Sunday, December 8, 2013

Tugas Softskill

1. Mempengaruhi Perilaku

a. Definisi Perilaku 
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003 : 114).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003:113), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. 

b. Kunci Perubahan Perilaku 
Perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi lebih baik. Perilaku tidak dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adanya daya intelektual dan perbuatan. Selanjutnya, tidak hanya membentuk saja, tapi juga disertai upaya menjadikan perilaku tersebut berkualitas.
Perilaku adalah personality itu sendiri, dan bentuk personality adalah perilaku. Perilaku dibentuk dari keterkaitan antara daya intelektual dan perbuatan. Artinya, bagaimana dia berpikir begitulah dia berbuat, dan sebaliknya. Daya intelektual adalah potensi alamiah manusia yang telah diberikan oleh Tuhan dengan maksud agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi, sekaligus menjauhkan dirinya dari berperilaku seperti binatang. Daya intelektual ini bisa disebut dengan ‘idealisme’. 
Potensi harus digunakan sebaik mungkin. Rasa ingin tahu, banyak memiliki informasi atau mengaitkan informasi dengan fakta yang ada merupakan bagian dari potensi daya intelektual. Jadi, yang harus dilakukan oleh manusia adalah banyak melakukan pembelajaran, kajian ataupun diskusi sehingga memiliki cara pandang tertentu.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. 

c. Model mempengaruhi perilaku 
 1.) Perannya dalam psikologi 
Pemodelan atau meniru model sering disebut sebagai imitasi. Ada dua teori meniru, yaitu pembawaan dan pengalaman. Akan tetapi, berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa meniru lebih cenderung berasal dari pembawaan, meskipun  pengalaman dapat mengambil peranan dalam terpeliharanya pembawaan meniru.
Menurut Bandura, terdapat empat tahap dalam proses peniruan tersebut, yaitu :
1.Tahap pemilikan (acquisition). 
Dalam tahap ini subyek mengamati, dan perilaku yang diamati menambah perbendaharaan perilaku. Makin jelas dan makin intensif  pengamatan, pemilikan perilaku semakin cepat. Akan tetapi, meskipun pengamatan tidak intensif,  namun kejadian timbul berulang-ulang, dapat memperkenalkan perilaku yang ditiru. Pengamatan akan lebih efisien apabila tidak ada hal lain yang mengalihkan perhatian dan dalam situasi sosial tertentu, individu belajar jauh lebih cepat hanya dengan mengamati tingkah laku orang lain.  Jika perilaku baru dicapai hanya melalui pengamatan, maka proses semacam ini dapat dikatakan bersifat kognitif. Pengamatan juga mengajarkan sejumlah konsekuensi yang memungkinkan dari sebuah tingkah laku baru ketika seseorang mempraktekkan.
2. Tahap pengelolaan ingatan (retention). 
Pada tahap ini, peniru mengelola informasi yang didapatkan, sehingga bagi calon peniru yang cukup cerdas, perhatian akan lebih sepenuhnya bila perilaku yang diamati dibicarakan, diartikan, diberi nama atau label.
3. Tahap pelaksanaan (performance). 
Pada tahap ini peniru akan melakukan perilaku yang telah dipelajari dari teladan atau model. Peniruan ini dapat hanya berbentuk representasi, artinya tidak sungguh-sungguh, maupun berbentuk latihan-latihan. Makin banyak tuntutan kehidupan untuk benar-benar melakukan  perilaku meniru yang telah disimpan dalam ingatan, makin sering peniru melakukannya. Sebaliknya, apabila perilaku yang ditiru ini tidak dapat dilaksanakan (mungkin karena sukar, tidak adanya kesempatan, atau tidak adanya fasilitas), perilaku itu tidak terpakai.
4. Tahap pengukuhan (reinforcement). 
Perilaku yang ditiru ini membawa akibat. Bila akibat ini positif bagi peniru, maka perilaku ini akan ditiru lagi. Pengukuhan sendiri dapat bersifat positif maupun negatif. Pengukuhan yang bersifat positif biasanya berbentuk hadiah atau penghargaan, sedangkan penguatan negatif bersifat hukuman, yang berfungsi terutama untuk mengendalikan atau menghilangkan perilaku yang dianggap negatif atau tidak sesuai. Penggunaan jenis-jenis pengukuhan ini tergantung pada budaya setempat, karena perilaku yang dianggap positif atau negatif cenderung berbeda antara satu budaya dan budaya yang lainnya.
Individu yang biasanya dijadikan model adalah individu yang dianggap memiliki ”kelebihan” tertentu, misalnya berpengalaman, memiliki sesuatu yang dikagumi, dianggap menjadi figur sosial, dan sebagainya. 

2. Kekuasaan

a.Definisi Kekuasaan 
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

b. Sumber kekuasaan 
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1.) Kekuasaan Paksaan (Coercive Power) 
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.
2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power) 
Kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh. 
3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)  
Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tidak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)  
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya. 
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah yang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit.
5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya. 

3. Teori Leadership

a. Definisi Leadership 
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen, bahkan dapat dinyatakan, kepemimpinan adalah inti dari managemen.
Di dalam kenyataan, tidak semua orang yang menduduki jabatan pemimpin memiliki kemampuan untuk memimpin atau memiliki ‘kepemimpinan’, sebaliknya banyak orang yang memiliki bakat kepemimpinan tetapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya. Sedang pengertian ‘kepala’ menunjukan segi formal dari jabatan pemimpin saja, maksudnya secara yuridis-formal setiap orang dapat saja diangkat mengepalai sesuatu usaha atau bagian (berdasarkan surat keputusan atau surat pengangkatan), walaupun belum tentu orang yang bersangkutan mampu menggerakan mempengaruhi dan membimbing bawahannya serta (memimpin) memiliki kemampuan melaksanakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan.

b. Teori kepemimpinan partisipatif 

1.)  Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor 
Teori X dan Y adalah teori motivasi manusia yang diciptakan dan dikembangkan oleh Douglas McGregor di Sloan School of Management MIT pada tahun 1960 yang telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi. Teori ini 
mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya, seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik. Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.

2.) Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif. Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
- Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
- Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
- Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
- Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .
Teori empat sistem ini menarik karena dengan penekanan pada perencanaan dan pengendalian teori ini menjadi landasan baik untuk teori posisional dan teori hubungan antar pribadi.

3.) Teori of Leadership Pattern Choise dari  Tannenbaum and Scmidt 
Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem yang berpengaruh pada kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya jika pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan. 
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin:
1. Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2. Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5. Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.

c. Modern Choice Approach to Participation
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi. Pemimpin yang menggunakan gaya atau model teori dari Vroom dan Yetton, misalnya adalah suatu pemerintahan di dalam masyarakat, dimana di dalam masyarakat ada ketua RT yang bertugas mimimpin wilayah didaerah nya dan ada masyarakat sebagai anggota nya. Ketika menemui suatu persolan atau permasalahan maka ketua RT akan mengumpulkan warga nya yang berperan sebagai anggota untuk ikut berkumpul dan mencari pemecahan masalah bersama-sama. Ketua RT akan menyampaikan permasalahan dan meminta saran pemecahan kepada masyarakatnya. Semua saran dari anggota ditampung dan dievaluasi serta pemimpin dan para anggotanya bersama-sama mencari alternatif pemecahan masalahnya. Semua alternative di evaluasi untuk mencapai tujuan bersama dan untuk mencapai solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Seorang ketua RT tidak mempengaruhi anggota masyarakat untuk mengikuti saran darinya. Seorang ketua RT akan mengikuti saran alternatif pemecahan masalah yang menurut para anggota nya adalah adalah alternatif yang paling baik. Seorang ketua RT akan menerima saran pemecahan dan akan melaksanakan pemecahan yang di dukung oleh seluruh anggota.
Menurut teori Vroom dan Yetton seorang ketua RT menggunakan gaya kepemimpinan G-II,dimana gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri :
Pemimpin memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok. bersama-sama mereka, pemimpin menghasilkan dan menilai berbagai alternativepemecahan masalah dan berusaha untuk mencapai suatu kesetujuan atau konsensus mengenai satu pemecahan. Peran pemimimpin mirip seorang ketua. Pemimpin tidak mencoba untuk mempengaruhi kelompok untuk menerima pemecahan. Pemempin bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap pemecahan yang didukung oleh seluruh anggota kelompok.

d. Contingency Theory of Leadership dari Fiedler 
Model ini menyatakan bahwa keefektifan suatu kelompok bergantung pada hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahannya dan
sejauh mana pemimpin mengendalikan serta mempengaruhi suatu situasi.
Dalam hal yang pertama yaitu hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahanya dapat dinilai dengan kuesioner LPC ( Least Prefered Coworker ). Skor pada Lpc ini dapat digunakan untuk mengidenfikasikan Gaya Kepemimpinan (jarak psikologis antara pemimpin dengan bawahan, apakah pemimpin berorientasi pada tugas / hubungan). Jika skor LPC Tinggi, maka pemimpin berorientasi pada hubungan ( relationship oriented ). Jika skor LPC Rendah, maka pemmpin berorientasi pada tugas ( task oriented )

e. Path Goal Theory
Teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
- Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur.
- Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003).
- Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
- Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
- Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
- Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
- Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
3) Kemampuan (Abilities)

- Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
Struktur Tugas
Wewenang Formal
Kelompok Kerja 

4. Motivasi 

a. Pengertian Motivasi 
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. 
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang. Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004). 
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. 

b. Teori Drive Reinforcement dan Implikasi Praktisnya  
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
1. Suatu keadaan yang mendorong
2. Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
3. Pencapaian tujuan yang memadai
4. Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai.
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda. 

c. Teori Harapan dan Implikasi Praktisnya 
Teori ini diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu:
1. Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.
2. Perilaku orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku seseorang adalah hasi dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkanoleh orang tersebut.
3. Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
4. Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku.
Atas dasar asumsi tersebut, Nadler dan Lawler menyusun model harapan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu :
1. NILAI (Valence)
Setiap bentuk insentif punya nilai positif atau negatif bagi seseorang. Juga apakah nilai itu besar atau kecil bagi seseorang.
Contoh : Seorang karyawan mendapatkan suatu penghargaan dari perusahaan dengan diberikan plakat, karena bakti kepada perusahaan selama sekian tahun. Tetapi, dampak negatifnya dapat membuat kecemburuan social terhadap karyawan lain. plakat hanya berupa sebuah pajangan yang mempunyai nilai kecil hanya untuk kepuasaan pribadi tidak bias dikomersilkan.
2. INSTRUMENTALITAS
Adanya hubungan antara pekerjaan yang harus dilakukan dengan harapan yang dimiliki. Jadi jika pekerjaan dilihat bisa merupakan alat untuk mendapatkan apa yang diharapkan timbullah motivasi kerja.
Contoh : seseorang mengikuti sebuah lembaga multi level marketing (MLM) dengan mengharapkan keuntungan yang berlimpah, karena bila mengandalkan insentif dari perusahaan tidak cukup memadai sebab bisnis MLM ini cukup menjanjikan.
3. PENGHARAPAN
Persepsi tentang besarnya kemungkinan keberhasilan mencapai tujuan/hasil kerja.
Contoh: seorang karyawan mendapatkan insentif lebih bila melakukan kerja lembur.

Harapan kinerja-hasil. Orang mengharapkan sesuatu dari perilakunya. Harapan ini Hasil dari sebuah perilaku mempunyai kekuatan untuk menggerakkan motivasi. Dampak daya motivasi untuk setiap orang tidak sama. Harapan upaya-kinerja. Antisipasi tentang sulitnya mencapai suatu hasil mempengaruhi orang untuk memilih alternatif perilaku.
Teori Harapan menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

d. Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya 
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal-hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

e. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow 
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai lima hierarki kebutuhan, yaitu: 
• Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah)
Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs)
Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs)
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
• Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1. Memiliki persepsi akurat tentang realitas.
2. Menikmati pengalaman baru.
3. Memiliki kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4. Memiliki standar moral yang jelas.
5. Memiliki selera humor.
6. Merasa bersaudara dengan semua manusia.
7. Memiliki hubungan pertemanan yang erat.
8. Demokratis dalam menerima orang lain.
9. Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri, tidak selalu dengan menampilakan semua cirri tersebut. Dan tidak hanya orang yang sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan cirri-ciri tersebut. Namun, orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya lebih sering menampilkan cirri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita. Sebagian besar dari lima belas ciri tersebut sudah jelas dengan sendirinya, tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentangt pengalaman puncak (experience peak). Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih baik lagi.
Bagi sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan. Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros, sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang lebih rendah dalam hierarki.

f. Kebutuhan yang relevan dengan Perilaku dalam Organisasi 
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yang lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.
Perilaku individu juga dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam Sopiah (2008) menjelaskan karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap.



Refrensi: 

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-yunitafery-5605-2-babii.pdf
http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=1435&catid=2&
http://www.bppnfi-reg4.net/web/index.php/pendidik-paud-sebagai-model-perilaku-anak-usia-din.html
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
http://hanaweasley.blogspot.com/2009/10/teori-teori-kekuasaan_5384.html?m=1
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_X_dan_teori_Y
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_Empat_Sistem
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/modern-choice-approach-to-participan
http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html?m=1
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/teori-motivasi-teori-drive-reinforcement-teori-harapan/
http://cintaluna-lovelyluna-psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-motivasi-drive-reinforcement_20.html?m=1

Thursday, October 31, 2013

Psikologi Manajemen

I. Psikologi Manajemen 

Psikologi manajemen adalah ilmu tentang bagaimana mengatur / me-manage sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan.
Kaitannya dengan psikologi: 
Dengan ditemukan dan dikembangkannya ilmu psikologi, diketahui bahwa unsur SDM ternyata merupakan yang terpenting dari ketiga modal kerja perusahaan manapun. Pasalnya, ilmu psikologi yg memang berpusat pada manusia, mampu mengintervensi berbagai faktor internal manusia seperti motivasi, sikap kerja, keterampilan, dsb dengan berbagai macam teknik dan metode, sehingga bisa dicapai kinerja SDM yang setinggi-tingginya untuk produktivitas perusahaan. 
Sumber Daya Organisasi
- Sumber Daya Manusia 
- Sumber Daya Informasi 
- Sumber Daya Fisik 
- Sumber Daya Keuangan 
- Sumber Daya Alam 
Fungsi-fungsi Manajemen
- Perencanaan (Planning)
- Pengorganisasian (Organizing)
- Pengarahan dan pengimplementasian (Directing/Leading)
- Pengawasan dan Pengendalian (Controlling)
Fungsi Perencanaan
proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. 
Kegiatan dalam Fungsi Perencanaan
- Menetapkan tujuan dan target bisnis 
- Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target bisnis tersebut 
- Menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan 
- Menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis 
Fungsi Pengorganisasian
proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi 
Kegiatan dalam Fungsi Pengorganisasian
- Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan 
- Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggungjawab 
- Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja 
- Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat 
Fungsi Pengarahan dan Implementasi
proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. 
Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi
- Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan 
- Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan 
- Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan 
Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. 
Kegiatan dalam Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
- Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan 
- Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
- Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis 

II. Organisasi

Organisasi (Yunani: ὄργανον, organon - alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. 

Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.

Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama.
James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.

Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.

III. Komunikasi 

Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang berarti 'sama'. Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to understand one another). Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

IV. Dimensi-dimensi komunikasi 

Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, hanya bukan bergantung pada isinya, namun juga pada siapa, penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya.

- Dimensi-Dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi

Komunikasi internal.
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:

Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
Komunikasi eksternal.
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting saja.

source 
http://choirunnisawijayanti.blogspot.com/2013/10/psikologi-manajemen.html?m=1
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Organisasi
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Komunikasi 
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Grameia Wiiasarana Indonesia.

Friday, October 11, 2013

Autobiografi

Nama: Nirmala Sari
Npm: 15511186

Assalamualaikum wrb.
                Alhamdulilah kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk menulis Autobiografi saya dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan softkills. Nama saya Nirmala sari, tetapi teman-teman saya biasanya memanggil saya Mala. Saya juga mempunyai panggilan khusus dari sahabat-sahabat saya dari SD yaitu “Olle”. Nama tersebut diperoleh ketika saya latihan display Marching Band, di sana saya menirukan suara wanita Jepang yang sedang berkata “toileeet”, adegan tersebut saya lihat dari sebuah iklan di televisi. Setelah saya mengatakan hal tersebut seluruh lapangan yang dipenuhi semua anak di sekolah tertawa terbahak-bahak, nah saat itulah teman saya bernama Indah menobatkan saya dengan nama Olle tersebut.
                Saya anak bungsu dari Ibu Nimah dan Bapak Said Umar Salih. Saya dibesarkan dikeluarga sederhana nan bahagia, saya mempunyai kakak-kakak yang amat melindungi dan memberikan kasih sayang untuk saya. Walaupun terkadang halangan dan rintangan datang menghampiri kami, tetapi dengan kebersamaan semua alhamdulilah terlewatkan.
                Tanggal 28 Januari 1993 saya lahir ke dunia dengan mewarisi apa yang diwariskan oleh Ibu dan Bapak saya, sifat, bentuk wajah, warna kulit, dan rambut hitam tebal. Hal yang paling dominan dari saya adalah, saya memiliki alis mata yang tebal dan keduanya menyatu, sama seperti alis yang dimiliki Bapak saya. Usia saya sekarang ini 20 tahun, usia dimana saya sedang memasuki masa dewasa awal. Sampai di usia ini banyak hal yang patut saya syukuri kepada Allah SWT.
Tahun 1998 saya memasuki sekolah TK di Griya Sari yang berlokasi tidak jauh dari rumah saya di Jl. Naya. Di sekolah ini saya belajar cara bersosialisasi, membaca, bernyanyi, menari dan yang paling penting adalah bagaimana menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap orang lain. Bakat awal menari saya tumbuh di sekolah ini, saya sudah mengikuti beberapa perlombaan menari dan alhamdulilah mendapatkan juara. Semenjak saat itu saya suka sekali hal-hal di bidang seni khususnya menari.
Tahun 1999 saya memasuki Sekolah Dasar di SDN Cilangkap 03 Pagi. Tahap demi tahap berhasil saya lewati dengan baik. Di sekolah ini juga saya banyak mengikuti program ekskul seperti Marching Band dimana posisi saya sebagai pemegang alat music Bleera, kemudian seni music Angklung, dan yang pastinya seni tari Tradisional. Dari ketiga kesenian yang saya ikuti, semuanya berhasil mendapatkan juara sampai pada tingkat Provinsi. Hal tersebut merupakan prestasi yang membahagiakan untuk saya karna dapat mewakili sekolah dan memberikan yang terbaik untuk sekolah tercinta.
Kemudian pada Tahun 2005 saya berhasil memasuki Sekolah Menengah Pertama SMPN 230 Jakarta. Di sekolah ini saya mengikuti organisasi sekolah dan PMR, saya juga sempat mengikuti ekskul tari dan volly. Selama menuntut ilmu di sekolah ini saya mempunyai banyak cerita mengenai percintaan anak-anak remaja tetapi hanya sebatas perasaan suka dan kagum tidak ada yang lebih. Saya mempunyai tiga sahabat yang sampai saat ini masih sangat berarti untuk saya, yang bernama Fauziah, Fanny, dan Santy. Banyak waktu yang kami habiskan bersama-sama selama menuntut ilmu di sekolah yang sekarang ini sudah diresmikan menjadi sekolah SSN atau Sekolah Standar Nasional. 

Tahun 2008 saya melanjutkan SMA di Sekolah Islam Al-Maruf Jakarta. Selama 3 tahun saya berjuang untuk lulus dengan nilai yang memuaskan. Setelah memasuki tingkat 2 akhirnya saya mendapatkan kelas dengan jurusan IPA. Di sekolah ini saya berhasil mendapatkan mendali dan beasiswa sebagai The Best Student in Academic. Alhamdulilah saya sangat bahagia pada saat pengumuman tersebut. Setelah 3 tahun saya lewati akhirnya saya memasuki jenjang Perguruan Tinggi dan Universitas yang saya minati adalah Universitas Gunadarma dengan jurusan Psikologi. Tahun 2011 awal perjuangan saya di Perguruan Tinggi Universitas Gunadarma. Sejauh ini prestasi yang saya peroleh barulah sebatas IPK. Semester pertama saya berhasil mendapatkan IPK 3,42 dengan usaha yang amat sangat menguras tenaga, dan saya amat sangat bersyukur walaupun sampai tingkat 3 ini angkanya selalu berubah. Sekian apa yang dapat saya tulis, apabila ada kesalahan dan kekhilafan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat. 

Tuesday, June 25, 2013

Tugas Rangkuman (tulisan 4)

Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal

a.             Pengertian dan Konsep Penyesuaian Diri

            Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembangnya proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Kepribadian yang sehat ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Apakah Penyesuaian diri itu? 

            Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut  dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.

      Dalam kehidupan sehari-hari, Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu  yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan.

b.            Pengertian Pertumbuhan Personal  

            Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
            Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

            Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.

Hubungan Interpersonal

Dalam suatu interaksi, dapat dimungkinkan munculnya hubungan interpersonal dimana hubungan antara pihak-pihak yang berinteraksi telah menjadi lebih jauh. Dalam hubungan interpersonal terdapat beberapa unsur yang dapat digunakan dalam mengklasifikasi hubungan interpersonal tersebut. Unsur tersebut meliputi jumlah individu yang terlibat, tujuan yang ingin dicapai, jangka waktu hubungan, serta tingkat kedalaman atau keintiman hubungan.

Hubungan interpersonal sendiri dibagi kedalam empat model. Model sendiri menurut B. Aubrey Fisher merupakan analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan unsur, sifat, atau komponen yang penting dari sebuah fenomena. Dengan kata lain model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori.


A. Model- model Hubungan Interpersonal
a. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).

b. Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.

c. Model permainan (games people play model)

Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).

d. Model Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

B. Memulai Hubungan

1. Pembentukan

Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori

2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan.

3. Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul  Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan

C. Intimasi dan Hubungan Pribadi

Menurut Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadimmasing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannyaterhadap orang lain. Intimasi juga adalah salah satu atribut yang paling menonjol dalam suatu hubungan intim daripada hubungan pribadi yang lain. Keintiman (intimacy) sangat berkaitan dengan derajat kecintaan, kepercayaan, kepuasan, tanggung jawab dan pengertian pasangan dalam hubungan yang dekat (intim). Keintiman juga memberikan sumbangan besar dalam memenuhi kebutuhan individu dan keintiman itu pun memberikan efek positif pada kebaikan pasangan dalam suatu hubungan pertemanan (Prager & Buhrmester).

Untuk menjalin hubungan pribadi diperlukan adanya intimacy Cinta interpersonal membutuhkan tiga hal: IntimacyPassion, dan Commitment. Perasaan dekat dan nyaman muncul dari kualitas kebersamaan yang bagus. Keberasamaan yang menciptakan Intimacy dan kenyamanan ini adalah sebuah wujud awal dari cinta yang sering disebut sebagai persahabatan atau pertemanan (Liking/Friendship). Proses pendekatan itu proses dimana kebersamaan yang menciptakan Intimacy dan kenyamanan yang merupakan wujud awal cinta. Jika Intimacy, Passion, dan Commitment terpenuhi, maka sebuah hubungan akan menjadi sempurna karena dliliputi oleh cinta yang menyeluruh (Consummate Love).

D. Intimasi dan Pertumbuhan
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama. Factor-factor yang menumbuhkan hubungan interpersonal uang baik berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain.
Kejujuran, factor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi.amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.Teori-teori tentang efek komunikasi yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pulahypodermic needle theory, teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori peluru yang dikemukakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut pada tahun 1970-an dan meminta kepada para pendukungnya yang menganggap teori ini tidak ada.

Cinta dan Perkawinan

            Cinta adalah sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling mencintai, memiliki, memenuhi dan melengkapi. Ada tiga elemen yang menentukan “pola” hubungan cinta sepasang manusia menurut Sternberg, yaitu :
·     Intimacy, merupakan elemen emosional yang meliputi keterbukaan, kehangatan, dan rasa saling percaya. Passion, merupakan elemen motivasi yang meliputi ketertarikan fisik seksual. 
·  Commitment, merupakan elemen pemikiran yang membuat seseorang memutuskan untuk mencintai dan hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Hubungan cinta dengan absennya commitment hanya akan menjadi sebuah romantic love atau cinta romantis. Cinta seperti ini hanya dilandasi ketertarikan fisik dan kebutuhan emosional satu sama lain. Bila sampai beberapa lama commitment tidak juga muncul, maka hubungan cinta jenis ini biasanya akan segera berakhir. Karena dalam hubungan cinta, commitment juga menjadi salah satu faktor penentu jalannya suatu hubungan tersebut.
            Selanjutnya akan dibahas mengenai perkawinan, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi – yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk dan tujuan perkawinan bisa berbeda-beda. Tetapi pada umumnya perkawinan itu eksklusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan tersebut.

A.     Bagaimana memilih pasanggan ?

            Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk seumur hidup dan selama-lamanya sampai akhir hayat. Seseorang yang akan menikah hendaknya memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang muslim sudah menjatuhkan pilihan kepada pasanggannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya.
            Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya, demikian pula pria yang menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

B.     Seluk beluk hubungan dalam pernikahan

            Inilah puncak dari segalanya, setelah melewati masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikrarkan janji suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun sakit, dalam keadaan kaya ataupun miskin dan hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Tahap ini dimulainya sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat untuk saling mencintai dan memiliki. Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.

C.     Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan  

            Dwan J. Lipthrott, LCSW mengatakan bahwa ada 5 tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Bisa jadi antara pasangan suami-istri yang satu dengan yang lainnya memiliki waktu berbeda saat menghadapi melalui tahapannya.
·         Tahap 1 : Romantic Love, tahap ini adalah saat pasangan merasakan gelora cinta yang begitu besar.
·         Tahap 2 : Dissapointment of Distress, di tahap ini pasangan suami-istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa amarah dan  kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya.
·         Tahap 3 : Knowledge and Awareness , bahwa pasangan suami-istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya.
·         Tahap 4 : Transformation, Suami-istri pada tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya.
·         Tahap 5 : Real Love, pada tahap ini pasangan suami-istri akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangannya.

D.     Perceraian dan pernikahan kembali

            Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami-istri yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraiaan dipahami sebagai hasil akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami-istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
estabilan keluarga tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ketiga dimana posisi istri mulai berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam mengatur kehidupan bersama. Sementar itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola perkawinan equal partner. Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami.

E.     Single Life

           Siapapun pasti mendambakan memiliki hubungan yang langgeng dan adem ayem dalam hidupnya. Namun terkadang kehidupan tidak melulu berisi dengan hal-hal indah saja, tetapi kadangkala kepahitan pun datang. Kebanyakan orang menilai dengan berakhirnya masa pernikahan bahagia, maka kehidupan berakhir. Menjadi sendiri lagi bukanlah akhir dari segalanya. Termasuk menjadi single parent untuk anak-anak tercinta, justru ini merupakan sebuah awal babak baru kehidupan.


Refrensi :

ü  Id.wikipedia.org/wiki/perkawinan
ü   http://hendriyana.abatasa.co.id
ü   http://www.psychologymania.com
ü  http://m.tabloidnova.com
ü  http://pemulihanjiwa.com/teori-teori-hubungan-interpersonal-2.html
ü  http://whatsupdee.blogspot.com/p/model-hubungan-interpersonal.html
ü  Nasution, Noehi dkk. 1992. Psikologi pendidikan. Jakarta: Depdikbud
ü  Payitno, Elida. 1991. Psikologi perkembangan. Jakarta: Depdikbud.
ü  Wirawan, Sarlito S. 2002. Individu dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka
ü  Aronson ,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river :person prentice hall
ü  Hall, S Calvin., Lindzey , Gardner., (2009). teori - teori psikodinamika, yogyakarta:kanisius
ü  eprints.undip.ac.id/10947/1/SKRIPSI.pdf
ü  www.psikologi.org
ü  Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
ü  Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
ü  Sarwono, W, Sarlito. 2010. Psikologi Remaja. RajaGrafindo Persada : Jakarta.
ü  S, Yusuf. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offse : Bandung.
ü   http://smileandsprit.blogspot.com/2011/03/penyesuaian-diri-pertumbuhan-personal.html
ü   http://rumusbelajar.blogspot.com/2012/12/pengertian-penyesuaian-diri.html
ü   http://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-penyesuaian-diri.html
ü  http://www.psychologymania.com/2012/09/pengertian-konsep-diri.html

ü  http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-penyesuaian-diri-definisi.html