Cinta dan
Perkawinan
Cinta adalah sebuah perasaan yang
diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling mencintai, memiliki,
memenuhi dan melengkapi. Ada tiga elemen yang menentukan “pola” hubungan cinta
sepasang manusia menurut Sternberg, yaitu :
· Intimacy,
merupakan elemen emosional yang meliputi keterbukaan, kehangatan, dan rasa
saling percaya.
·
Passion,
merupakan elemen motivasi yang meliputi ketertarikan fisik seksual.
· Commitment,
merupakan elemen pemikiran yang membuat seseorang memutuskan untuk mencintai
dan hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Hubungan cinta dengan absennya
commitment hanya akan menjadi sebuah romantic love atau cinta romantis. Cinta
seperti ini hanya dilandasi ketertarikan fisik dan kebutuhan emosional satu
sama lain. Bila sampai beberapa lama commitment tidak juga muncul, maka
hubungan cinta jenis ini biasanya akan segera berakhir. Karena dalam hubungan
cinta, commitment juga menjadi salah satu faktor penentu jalannya suatu
hubungan tersebut.
Selanjutnya akan dibahas mengenai
perkawinan, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar
pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata
dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi – yang biasanya
intim dan seksual. Perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Tergantung budaya setempat bentuk dan tujuan perkawinan bisa berbeda-beda.
Tetapi pada umumnya perkawinan itu eksklusif dan mengenal konsep perselingkuhan
sebagai pelanggaran terhadap perkawinan tersebut.
A. Bagaimana
memilih pasanggan ?
Setelah kita mengetahui tentang
tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati
dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu
atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk seumur hidup dan
selama-lamanya sampai akhir hayat. Seseorang yang akan menikah hendaknya
memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang
muslim sudah menjatuhkan pilihan kepada pasanggannya yang berarti akan menjadi
bagian dalam hidupnya.
Wanita yang akan menjadi istri atau
ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya,
demikian pula pria yang menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan
bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka
dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita
setelah berumah tangga kelak.
Kriteria
memilih calon istri :
·
Hendaknya
calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita
yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan seorang
ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah Radliyallahu
‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “perempuan itu
dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu
bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Dalam hadist di atas dapat kita
lihat bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi
agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan
kecantikan sekalipun.
·
Hendaklah
calon istri itu penyayang, Al Wuduud berarti yang penyayang atau dapat juga
berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga
membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.
·
Hendaknya
memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah
menikah. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat
yang agung, diantara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal
yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai
perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang
sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan
memberi sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali
melindungi, menemui, dan mengenalinya.
·
Mengutamakan
orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan. Hal ini dimaksudkan untuk
keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat
secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau
mewarisi cacat kedua orang tuanya.
Disamping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat
ikatan-ikatan sosial.
Kriteria
memilih calon suami :
·
Seagama,
ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang muslimah dalam
memilih calon suami sebab dengan seagama
inilah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
·
Berilmu
dan baik akhlaknya, masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan
memilih suami, maka Islam memberi
anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
·
Laki-laki
yang memiliki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaam dan
kesalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagimana
memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya
serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalani kewajibannya
secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban sebagai
suami istri, mendidik anak-anak, menegakan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan
rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.
B. Seluk
beluk hubungan dalam pernikahan
Inilah puncak dari segalanya,
setelah melewati masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikrarkan janji
suci untuk sehidup semati baik dalam sehat maupun sakit, dalam keadaan kaya
ataupun miskin dan hanya maut yang dapat memisahkan mereka. Tahap ini dimulainya
sebuah babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat
untuk saling mencintai dan memiliki. Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah
pintu gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak
dari tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.
C. Penyesuaian
dan pertumbuhan dalam perkawinan
Dwan J. Lipthrott, LCSW mengatakan
bahwa ada 5 tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Bisa jadi antara
pasangan suami-istri yang satu dengan yang lainnya memiliki waktu berbeda saat
menghadapi melalui tahapannya.
·
Tahap
1 : Romantic Love, tahap ini adalah
saat pasangan merasakan gelora cinta yang begitu besar.
·
Tahap
2 : Dissapointment of Distress, di
tahap ini pasangan suami-istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa amarah
dan kecewa pada pasangan, berusaha
menang atau lebih benar dari pasangannya.
·
Tahap
3 : Knowledge and Awareness , bahwa
pasangan suami-istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana
posisi dan diri pasangannya.
·
Tahap
4 : Transformation, Suami-istri pada
tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya.
·
Tahap
5 : Real Love, pada tahap ini
pasangan suami-istri akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan,
keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangannya.
D. Perceraian
dan pernikahan kembali
Perceraian merupakan terputusnya
hubungan antara suami-istri yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang
disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran
masing-masing. Dimana perceraiaan dipahami sebagai hasil akhir dari ketidakstabilan
perkawinan antara suami-istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui
secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
Hubungan suami-istri juga dapat
dilihat dan dibedakan berdasarkan pola perkawinan yang ada dalam masyarakat.
Scanzoni dan Scanzoni (1981) mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola
perkawinan, yaitu :
·
Owner
Property,
·
Head
Complement,
·
Senior
Junior Partner, dan
·
Equal
Partner.
Kestabilan keluarga tampak lebih
kondusif berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ketiga dimana posisi istri
mulai berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam
mengatur kehidupan bersama. Sementar itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola
perkawinan equal partner. Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria
menyebabkan semakin tidak tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat
dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak
dikaitkan dengan suami.
Di antara ke empat pola ini
menjelaskan tingkat perceraian cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan
Owner Property. Oleh karena pola perkawinan tersebut berasumsi bahwa istri
adalah milik suami, seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam
keluarga itu yang merupakan milik dan tanggung jawab suami. Istri sangat
tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola perkawinan
seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak mendapatkan
kepuasan yang diinginkan ataupun tidak menyukai istrinya lagi.
E. Single
Life
Siapapun pasti mendambakan memiliki
hubungan yang langgeng dan adem ayem dalam hidupnya. Namun terkadang kehidupan
tidak melulu berisi dengan hal-hal indah saja, tetapi kadangkala kepahitan pun
datang. Kebanyakan orang menilai dengan berakhirnya masa pernikahan bahagia,
maka kehidupan berakhir. Menjadi sendiri lagi bukanlah akhir dari segalanya.
Termasuk menjadi single parent untuk anak-anak tercinta, justru ini merupakan
sebuah awal babak baru kehidupan.
Beberapa
tips yang akan membantu dalam menghadapi dan menjalani kehidupan babak single
yang baru, yaitu :
·
Me
Time
Bisa dipastikan semua wanita yang
mengalami perceraian dan menjadi sendiri lagi dalam kehidupannya mengalami
depresi, perasaan tidak berdaya, emosi, dan malu. Oleh karenanya sediakan waktu
untuk diri sendiri terlebih dahulu. Tujuannya tidak lain adalah untuk
menenangkan diri, introspeksi diri sambil melupakan perasaan kecewa akan
kehilangan orang yang dicintai atau kehilangan pasangan hidupnya bila telah
berumah tangga cukup lama, hingga meluapkan emosi yang terpendam.
Kesendirian dalam fase ini mutlak
diperlukan, sebab dengan memiliki “ me time” ini maka ada kesempatan untuk
mempunyai waktu berbincang dengan diri sendiri, tanpa adanya intervensi ataupun
hiburan dari kanan dan kiri yang terkadang justru tidak obyektif dan semakin
membuat rumit.
·
Rangkul
Sahabat Sejati
Setelah selesai melakukan ritual
“me time”, artinya sudah siap kembali ke pelukan orang-orang terdekat. Pilihlah
sahabat terdekat dan keluarga terdekat yang memang telah dipercayai dengan hati
bila ingin bercerita.
·
Hidup
Itu Indah
Memiliki status baru setelah
mengalami gagalnya pernikahan, bukanlah suatu alasan untuk merasa malu dan
minder dengan yang lainnya. Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jadi tidak
ada satupun orang yang berhak menghakimi atas kegagalan yang telah dialami. Hadapi
dunia dengan lantang dan sapalah orang di sekeliling seperti biasanya.
Refrensi :
ü Id.wikipedia.org/wiki/perkawinan