Teori Kepribadian Sehat
I.
Gordon
Allport (Ciri-ciri kepribadian yang matang)
Allport lebih optimistik
tentang kodrat manusia daripada Freud, dan Ia memperlihatkan suatu keharuan
yang luar biasa terhadap manusia. Menurut Allport individu
yang sehat adalah individu yang terbebas dari masa lalu dan fokus kepada masa
depan. Gambaran kodrat manusia menurut Allport adalah positif, penuh harapan,
dan menyanjung-nyanjungkan.
Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan
sehat dikontrol dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar atau kekuatan
yang tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Orang-orang yang sehat tidak didorong
oleh konflik-konflik tak sadar dan tingkah laku mereka tidak ditentukan oleh
setan-setan yang ada jauh dalam mereka. Allport percaya bahwa kekuatan-kekuatan
tak sadar itu merupakan pengaruh yang penting pada tingkah laku orang-orang
dewasa yang neurotis. Akan tetapi individu sehat yang berfungsi pada tingkat
rasional dan sadar, menyadari sepenuhnya kekuatan yang membimbimbing mereka dan
dapat mengontrol kekuatan itu juga.
Dalam konsep Allport ada yang disebut dengan Proprium,
proprium adalah sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang, yang
tidak dimiliki orang lain. Itu berarti bahwa Proprium terdiri dari hal-hal atau
proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi
yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “saya
sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Kriteria kepribadian
yang matang menurut Allport adalah :
1. Perluasan perasaan diri : individu matang mengembangkan
perhatian ke luar diri sendiri.
2. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain : mampu
memperlihatkan keintiman (cinta) kepada
orang-orang terdekat.
3. Keamanan emosional : mampu menerima dirinya dengan segala
kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi yang dirasakan.
4. Persepsi realistis : memandang dunia secara objektif, sedangkan
individu neurotis mengubah realitas sesuai keinginannya.
5. Keterampilan dan tugas-tugas : mengerahkan keterampilannya pada
pekerjaan mereka
6. Pemahaman diri : menggambarkan dirinya secara objektif dan
terbuka terhadap pendapat orang lain
7. Filsafat hidup yang mempersatukan : memiliki arah ke depan
II.
Carl
Rogers (Perkembangan kepribadian)
Teori Rogers sangat bersifat klinis,
karena didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun tentang bagaimana seharusnya
seorang terapis menghadapi seorang kliennya. Dalam dunia psikologi teori ini
disebut dengan teori-teori yang berpusat pada klien dalam istilah Carl Rogers
disebut sebagai “client centered
theraphy” atau “person-centered
psychotherapy”.
Maksud dari berpusat pada klien
adalah karena teori ini, terapis harus mampu masuk pada hubungan yang sangat
pribadi dan subjektif dengan klien, yang hubungannya tersebut bukan seperti
ilmuan dengan objek penelitian namun lebih pada antara pribadi dengan pribadi.
Terapis memandang bahwa klien; memiliki pribadi, memiliki harga diri tanpa
sarat, memiliki nilai-nilai tak perduli bagaimana keadaannya, tingkah
lakunya atau perasaannya.
1. Struktur
Kepribadian (Self)
Rogers lebih mementingkan dinamika
dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana
kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural
kepribadian. Namun demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat pribadi,
diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya yaitu Self,
organisme dan medan fenomena.
Konsep pokok dari teori kepribadian
Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan struktur
kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh
yang terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku
sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me”
dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang
terlibat dalam persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang
dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.
Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai
perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Perhatian Rogers yang utama adalah
bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen atau sebidang. Artinya
ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen, kongruensi self
ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang
kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi
self I dan self me sesuai dengan
realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya,
semakin lebar ketidaksebidangan ini. Semakin besar ketidaksebidangan,
maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan
terjadi ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.
Pengertian
organisme mencakup tiga hal, yaitu:
·
Makhluk
hidup; Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya,
tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam
kesadaran setiap saat
·
Realitas
subyektif; organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang
sifatnya subjektif.
·
Holisme;
organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan
mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau
bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2.
Dinamika kepribadian
Menurut Rogers organisme memiliki
satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama
hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri,
dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang
bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin. Pada
dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan
positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki
satu motif dasar, yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri.
Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan
mencapai tahap “human-beingness” yang
setinggi-tingginya. Kita ditakdirkan untuk berkembang dengan cara-cara
yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita. Proses penilaian (valuing process) bawah sadar
memandu kita menuju perilaku yang membantu kita mencapai potensi yang kita
miliki. Rogers percaya, bahwa manusia pada dasarnya baik hati dan
kreatif. Mereka menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau
hambatan-hambatan eksternal mengalahkan proses penilaian.
Menurut Rogers, organisme
mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh
hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi,
makin luas, makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers
menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah
tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan
sebagaimana medan itu dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan
tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan antara perilaku yang progresif
yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang
regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri.
Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang
progresif.
3.
Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak memfokuskan diri untuk
mempelajari “tahap” pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun dia
lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana
evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang
persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.
Contoh
sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang memiliki
konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya,
dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya
bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun
kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak
mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan laki-laki. Hasilnya
gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis
yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia
berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa
dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.
Beberapa pilihan sebelumnya akan
mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat
menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari
tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal
nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga, menyerah dari
ketertarikannya, dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak
oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan
merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri
dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, dan tidak nyaman,
Jika penolakan
menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam
dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar
dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan
antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran
telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai
keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika
orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi
dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai.
Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan
pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan
namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk
mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara “self
concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut
kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok)
yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam,
cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang
mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan Juntika
(2010:145) disebutkan sebagai berikut :
·
Seseorang
mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungannya secara objektif
·
Terbuka
terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
·
Mampu
menggunakan semua pengalaman
·
Mampu
mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person).
III.
Abraham
Maslow (Hierarki kebutuhan manusia)
Abraham Maslow dikenal sebagai
pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya. Salah satu hal menarik di awal karirnya adalah ketika melihat
beberapa kebutuhan lebih didahulukan dibanding yang lainnya. Sebagai contohnya,
ketika haus dan lapar, maka Anda akan terlebih dahulu mengatasi haus
dibandingkan lapar. Karena tanpa makanan kita dapat bertahan selama beberapa
minggu, tetapi tanpa minuman hanya beberapa hari saja. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kebutuhan akan minuman lebih kuat dibandingkan dengan makanan. Maslow
mengambil ide ini dan menciptakan apa yang saat ini dikenal dengan Hierarchy of Needs.
Maslow menggunakan piramida sebagai
peraga untuk memvisualisasikan gagasannya mengenai teori hierarki kebutuhan.
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai
yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi.
Maslow membagi kebutuhan manusia
menjadi lima tingkatan, antara lain sebagai berikut:
1. The
Physiological Needs
Kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan yang paling mendasar dan sangat penting untuk bertahan hidup.
Diantaranya adalah kebutuhan udara, air, makanan, tidur, dll. Maslow percaya
bahwa kebutuhan fisiologis sangat penting dan naluriah di dalam hierarki
kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi sekunder sampai kebutuhan ini
terpenuhi. Kebutuhan ini dinamakan
juga basic needs yang jika tidak terpenuhi dalam keadaan yang sangat
ekstrim maka manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya
sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.
2. The
Safety and Security Needs
Ketika kebutuhan fisiologis telah
terpenuhi maka akan muncul kebutuhan akan keamanan. Diantaranya; physical
security (aman dari kejahatan dan agresi), security of
employment (keselamatan kerja), security of revenues and
resources (keamanan sumber daya), moral and physiological
security (keamanan fisiologis), familial security (keamanan
keluarga), security of health (keamanan kesehatan), dan security
of personal property against crime (keamanan kekayaan pribadi dari
kejahatan). Karena adanya kebutuhan inilah maka
dibuat aturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan, membuat sistem
asuransi, pensiun, dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs,
kalau safety needs ini terlalu lama dan banyak tidak terpenuhi maka
pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun
perilakunya akan cenderung ke arah negatif.
3. The
Love and Belonging Needs
Manusia biasanya membutuhkan rasa
dimiliki dan diterima, apakah datang dari kelompok sosial yang luas (kelompok,
kantor, perkumpulan keagamaan, organisasi profesional, tim olahraga, geng,
dll.) atau koneksi sosial yang kecil (anggota keluarga, pasangan, mentor, teman
kuliah, sahabat karib). Mereka membutuhkan untuk mencintai dan dicintai oleh
yang lainnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka orang akan menjadi rentan
merasa sendirian, gelisah, dan depresi. Kekurangan rasa cinta dan dimiliki juga
berhubungan dengan penyakit fisik seperti penyakit hati.
4. The
Esteem Needs
Menurut Maslow, semua manusia
membutuhkan penghargaan, menghargai diri sendiri, dan juga menghargai orang
lain. Orang perlu melibatkan diri untuk mendapatkan pengakuan dan mempunyai
kegiatan atau kontribusi kepada orang lain dan juga nilai diri, baik di dalam
pekerjaan ataupun hobi. Terdapat
dua tingkatan kebutuhan penghargaan/penghormatan. Tingkatan yang lebih rendah
terkait dengan unsur-unsur ketenaran, rasa hormat dan kemuliaan. Tingkatan yang
lebih tinggi mengikat pada konsep kepercayaan diri, kompetensi, dan prestasi.
Tingkatan yang lebih rendah umumnya dianggap miskin. Hal ini tergantung orang
lain atau seseorang membutuhkan diyakinkan karena harga diri yang lebih rendah.
Orang dengan harga diri yang rendah membutuhkan penghargaan dari orang lain.
Namun, keyakinan, kompetensi, dan prestasi hanya membutuhkan satu orang dan
orang lain tidaklah penting untuk kesuksesan sendiri. Semua empat tingkatan sebelumnya
disebut deficit needs, atau D-needs. Yaitu, jika Anda tidak memiliki
cukup sesuatu (defisit) maka akan merasa perlu. Tetapi jika Anda mendapatkan
semua yang dibutuhkan maka tidak akan merasakan apa-apa. Seperti halnya, “You
don’t miss your water till your well runs dry!”
5. Self
Actualization Needs
Aktualisasi diri adalah kebutuhan
naluriah manusia untuk memanfaatkan kemampuan mereka yang unik dan berusaha
menjadi yang terbaik. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai berikut:
Self
Actualization is the intrinsic growth of what is already in the organism, or
more accurately, of what the organism is. (Psychological Review, 1949)
Selain
menggambarkan apa yang dimaksud dengan aktualisasi diri dalam teorinya, Maslow
juga mengidentifikasi beberapa karakteristik kunci dari aktualisasi diri
seseorang, antara lain:
·
Acceptance
and Realism : Mempunyai persepsi realistis dari diri mereka sendiri, orang lain
dan lingkungan di sekitar mereka.
·
Problem-centering
: Prihatin dengan pemecahan masalah di luar diri mereka, termasuk membantu
orang lain dan mencari solusi terhadap permasalahan di lingkungan luar mereka.
Orang-orang seperti ini sering termotivasi oleh tangggung jawab pribadi dan
etika.
·
Spontaneity
: Spontan dalam pikiran internal dan perilaku mereka keluar. Mereka dapat
menyesuaikan diri dengan aturan dan harapan sosial, cenderung terbuka dan tidak
konvensional.
·
Autonomy
and Solitude : Karakteristik lain dari aktualisasi diri seseorang adalah
kebutuhan akan kebebasan dan privasi.
·
Continued
Freshness of Appreciation : Melihat dunia dengan penghargaan, kekaguman yang
berlangsung terus menerus. Bahkan, pengalaman sederhana terus menjadi sumber
inspirasi dan kesenangan.
·
Peak
Experiences : Individu yang mencapai aktualisasi diri sering memiliki apa yang
dimaksud pengalaman puncak Maslow, atau saat suka cita. Setelah semua
pengalaman ini orang merasa terinspirasi, diperkuat, diperbaharui atau
ditransformasikan.
Untuk tingkatan yang terakhir
(kelima) ini sedikit berbeda. Maslow telah menggunakan berbagai istilah untuk
merujuk ke tingkat ini. Dia menyebutnya growth motivation (berbeda
dengan motivasi defisit), being needs (atau B-needs, berbeda
dengan D-needs), dan self-actualization itu sendiri.
IV.
Erich
Fromm (Ciri-ciri kepribadian sehat)
Fromm sangat dipengaruhi oleh
tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama, The Economic and Philosophical Manuscripts yang
ditulis pada tahun 1944. Fromm membandingkan ide-ide Freud dan Marx,
menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya dan melakukan percobaan yang sintesis.
Fromm memandang Marx sebagai pemikir yang lebih ulung daripada Freud dan
menggunakan psikoanalisa, terutama untuk mengisi celah-celah pemikiran Marx.
Pada tahun 1959, Fromm menulis analisis yang sangat kritis bahkan polemis
tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya, sebaliknya berbeda sekali dengan
kata-kata pujian yang diberikan kepada Marx pada tahun 1961. Meskipun Fromm dapat
disebut sebagai seorang teoritikus kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka
disebut humanis dialetik. Tulisan-tulisan Fromm dipengaruhi oleh pengetahuannya
yang luas tentang sejarah, sosiologi, kesusastraan, dan filsafat.
Tema dasar dari semua tulisan Fromm
adalah individu yang merasa kesepian dan terisolir karena ia dipisahkan dari
alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi ini tidak ditemukan dalam semua
spesies binatang, itu adalah situasi khas manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia
mengembangkan tesis bahwa manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka
mereka juga makin merasa kesepian (being
lonely). Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana manusia
melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat cinta
dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat yang
lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada penguasa
yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Dalam buku-buku Fromm berikutnya
(1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap masyarakat yang telah diciptakan
manusia, entah itu berupa feodalisme, kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan
komunisme, semuanya menunjukkan usaha manusia untuk memecahkan kontradiksi
dasar manusia. Kontradiksi yang dimaksud adalah seorang pribadi merupakan
bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam, merupakan binatang sekaligus
manusia. Sebagai binatang, orang memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu
yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang memiliki kesadaran diri, pikiran
dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah
lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap perhatian, tanggung jawab,
identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi, dan kebebasan, nilai-nilai
serta norma-norma. Kemudian teori Erich Fromm mengenai watak masyarakat
mengakui asumsi transmisi kebudayaan dalam hal membentuk kepribadian tipikal
atau kepribadian kolektif. Namun Fromm juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik
dari tipe kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu
kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan hubungan
tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu menerjemahkannya ke dalam
unsur-unsur watak (traits) dari individu anggotanya agar mereka bersedia
melaksanakan apa yang harus dilakukan.
Fromm
membagi sistem struktur masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter
sosialnya:
1.
Sistem A, yaitu masyarakat-masyarakat pecinta kehidupan. Karakter sosial
masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan kehidupan
dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini, kedestruktifan dan
kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman fisik yang merusak.
Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti ini banyak dijumpai.
2.
Sistem B, yaitu masyarakat non-destruktif-agresif. Masyarakat ini memiliki
unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama, masyarakat ini
memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa. Persaingan, hierarki
merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak memiliki
kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3.
Sistem C, yaitu masyarakat destruktif. Karakter sosialnya adalah destruktif,
agresif, kebrutalan, dendam, pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan.
Biasanya pada masyarakat seperti ini sangat sering terjadi persaingan,
mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam bentuk materi berupa mengunggulkan
simbol.
Fromm juga memngemukakan bahwa bila
masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana terjadi ketika feodalisme
berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik menggeser tenaga tukang,
perubahan semacam itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam karakter
sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang dengan masyarakat merupakan
keprihatinan besar Fromm.
Kemudian Fromm mengemukakan tentang
masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia berhubungan satu sama lain
dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam ikatan-ikatan persaudaraan dan
solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya kemungkinan untuk mengatasi
kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan membinasakannya, dimana setiap
orang mencapai pengertian tentang diri dengan mengalami dirinya sebagai subjek
dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan konformitas, dimana terdapat suatu
sistem orientasi dan devosi tanpa orang perlu mengubah kenyataan dan memuja
berhala. Bahkan Fromm mengusulkan suatu nama untuk masyarakat yang sempurna
tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian Humanistik. Dalam masyarakat semacam
itu, setiap orang akan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi mansiawi
sepenuhnya.
KONDISI
EKSISTENSI MANUSIA
Dilema
Eksistensi
Mengikuti filsafat dualism, semua
gerak di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan
antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat
dipandang sebagai tesa baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah
dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut
Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada empat
dualistik di dalam diri manusia:
a.
Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia sebagai binatang memiliki
banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan, seperti kebutuhan makan,
minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan
kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud
dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan,
perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi,
kebebasan, nilai, dan norma.
b.
Hidup dan mati
Kesadaran diri dan fikiran manusia
telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya
dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan usaha-usaha yang tidak
sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan kematian.
c.
Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan
Manusia mampu mengkonsepkan
realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak
dapat dicapai. Ada orang berusaha memecahkan dikotomi ini melalui mengisi
rentang sejarah hidupnya dengan prestasi di bidang kemanusiaan, dan ada pula
yang meyakini dalil kelanjutan perkembangannya sesudah mati.
d.
Kesendirian dan kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri,
sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari
diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari
kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema
ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism
ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan
manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan,
kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia.
Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang
kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi
manusia.
Kondisi yang dibawa dari lahir
antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut dilema eksistensi. Di satu
sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai lingkungan dengan hakekat
kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu memperbudak manusia dengan
memisahkan hakekat kebinatangan dari akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan
bergerak tanpa henti seolah-olah manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa
sadar mengingkari kematian yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana.
Mereka menciptakan cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar
kesempurnaan sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang untuk
memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang membuatnya
merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang untuk merdeka
mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa lain. Dengan kata lain,
kemandirian dan kebebasan yang diinginkan malahan menjadi beban. Ada dua cara
menghindari dilema eksistensi yaitu:
1.
Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri
dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara) untuk
mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2.
Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama,
menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.
KEBUTUHAN
MANUSIA
Umumnya kata “kebutuhan” diartikan
sebagai kebutuhan fisik, yang oleh Fromm dipandang sebagai kebutuhan aspek
kebinatangan dari manusia, yakni kebutuhan makan, minum, seks, dan bebas dari
rasa sakit. Kebutuhan manusia dalam arti kebutuhan sesuai dengan eksistensinya
sebagai manusia, menurut Fromm meliputi dua kelompok kebutuhan; pertama
kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu dan menjadi otonom, yang terdiri
dari kebutuhan Relatedness, Rootedness, Transcendence, Unity, dan Identity.
Kedua, kebutuhan memahami dunia, mempunyai tujuan dan memanfaatkan sifat unik
manusia, yang terdiri dari kebutuhan Frame of orientation, frame of devotion,
Excitation-stimulation, dan Effectiveness.
Kebutuhan
Kebebasan dan Keterikatan
1.
Keterhubungan (relatedness): Kebutuhan mengatasi perasaan kesendirian dan
terisolasi dari alam dan dari dirinya sendiri. Kebutuhan untuk bergabung dengan
makhluk lain yang dicintai,menjadi bagian dari sesuatu. Keinginan irasional
untuk mempertahankan hubungan yang pertama, yakni hubungan dengan ibu, kemudian
diwujudkan ke dalam perasaan solidaritas dengan orang lain. Hubungan paling
memuaskan bisa positif yakni hubungan yang didasarkan pada cinta, perhatian,
tanggung jawab, penghargaan, dan pengertian dari orang lain,bisa negatif yakni
hubungan yang didasarkan pada kepatuhan atau kekuasaan.
2.
Keberakaran (rootedness): Kebutuhan keberakaran adalah kebutuhan untuk memiliki
ikatan-ikatan yang membuatnya merasa nyaman di dunia (merasa seperti di
rumahnya). Manusia menjadi asing dengan dunianya karena dua alasan yaitu:
·
Dia
direnggut dari akar-akar hubungannya oleh situasi (ketika manusia dilahirkan,
dia menjadi sendirian dan kehilangan ikatan alaminya)
·
Fikiran
dan kebebasan yang dikembangkannya sendiri justru memutus ikatan alami dan
menimbulkan perasaan isolasi/tak berdaya.
Keberakaran adalah kebutuhan untuk mengikat
diri dengan kehidupan. Setiap saat orang dihadapkan dengan dunia baru, dimana
dia harus tetap aktif dan kreatif mengembangkan perasaan menjadi bagian yang
integral dari dunia. Dengan demikian dia akan tetap merasa aman, tidak cemas,
berada di tengah-tengah dunia yang penuh ancaman. Orang dapat membuat ikatan
fiksasi yang tidak sehat, yakni mengidentifikasikan diri dengan satu situasi,
dan tidak mau bergerak maju untuk membuat ikatan baru dengan dunia baru.
3.
Menjadi pencipta (transcendency): Karena individu menyadari dirinya sendiri
dari lingkungannya, mereka kemudian mengenali betapa kuat dan menakutkan alam
semesta itu, yang membuatnya merasa tak berdaya. Orang ingin mengatasi perasaan
takut dan ketidakpastian menghadapi kemarahan dan ketakmenentuan semesta. Orang
membutuhkan peningkatan diri, berjuang untuk mengatasi sifat pasif dikuasai
alam menjadi aktif, bertujuan dan bebas, berubah dari makhluk ciptaan menjadi
pencipta. Seperti menjadi keterhubungan, transendensi bisa positif (menciptakan
sesuatu) atau negatif (menghancurkan sesuatu).
4.
Kesatuan (unity): Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara
hakikat binatang dan non binatang dalam diri seseorang. Keterpisahan, kesepian,
dan isolasi semuanya bersumber dari kemandirian dan kemerdekaan “untuk apa
orang mengejar kemandirian dan kemerdekaan kalau hasilnya justru kesepian dan
isolasi?” dari dilema ini muncul kebutuhan unitas. Orang dapat mencapai unitas,
memperoleh kepuasan (tanpa menyakiti orang lain dan diri sendiri) kalau hakikat
kebinatangan dan kemanusiaan itu bisa didamaikan, dan hanya dengan berusaha
untuk menjadi manusia seutuhnya melalui berbagi cinta dan kerjasama dengan
orang lain.
5.
Identitas (identity): Kebutuhan untuk menjadi “aku”, kebutuhan untuk sadar
dengan dirinya sendiri sebagai sesuatu yang terpisah. Manusia harus merasakan
dapat mengontrol nasibnya sendiri, harus bisa membuat keputusan, dan merasa
bahwa hidupnya nyata miliknya sendiri. Misalnya orang primitif
mengidentifikasikan diri dengan sukunya, dan tidak melihat dirinya sendiri
sebagai bagian yang terpisah dari kelompoknya.
MEKANISME
MELARIKAN DIRI DARI KEBEBASAN
Masyarakat kapitalis kontemporer
menempatkan orang sebagai korban dari pekerjaan mereka sendiri. Konflik antara
kecenderungan mandiri dengan ketidakberjayaan dapat merusak kesehatan mental.
Menurut Fromm, ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang
mampu bekerja produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus
mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta. Menurut Fromm,
normalitas adalah keadaan optimal dari pertumbuhan (kemandirian) dan
kebahagiaan (kebersamaan) dari individu. Pada dasarnya ada dua cara untuk
memperoleh makna dan kebersamaan dalam kehidupan diantaranya:
1.
Mencapai kebebasan positif yakni berusaha menyatu dengan orang lain, tanpa
mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi. Ini adalah pendekatan optimistik
dan altruistik, yang menghubungkan diri dengan orang lain melalui kerja dan
cinta, melalui ekspresi perasaan dan kemampuan intelektual yang tulus dan
terbuka. Oleh Fromm disebut pendekatan humanistik, yang membuat orang tidak
merasa kesepian dan tertekan, karena semua menjadi saudara dari yang lain.
2.
Memperoleh rasa aman dengan meninggalkan kebebasan dan menyerahkan bulat-bulat
individualitas dan intehritas diri kepada sesuatu (bisa orang atau lembaga)
yang dapat memberi rasa aman. Solusi semacam ini dapat menghilangkan kecemasan
karena kesendirian dan ketidakberdayaan, namun menjadi negatif karena tidak
mengizinkan orang mengekspresikan diri, dan mengembangkan diri. Cara memperoleh
rasa aman dengan berlindung di bawah kekuatan lain disebut Fromm mekanisme
pelarian. Mekanisme pelarian sepanjang dipakai sekali waktu, adalah dorongan
yang normal pada semua orang, baik individual maupun kolektif. Ada tiga
mekanisme pelarian yang terpenting, yakni otoritarianisme, destruktif, dan
konfomitas.
Refrensi
ü Allport, G. Becoming: Basic Considerations for a Psychology of Personality. New
Haven: Yale University Press, 1955.
ü Rogers, C.R. Client-Centered
Therapy: Its Current Practice, Implications, and Theory. Boston: Houghton
Mifflin, 1951.
ü Schultz, Duane. Growth Psychology: Models Of The Healthy Personality. 450 West
33rd Street, New York, N.Y. 10001, 1977.